KITA SERING GAGAL MENANGKAP KEBENARAN YANG BERTEBARAN DI SEKITAR KITA
Sykeh Ibn berkata:
Mimma yadulluka ‘ala wujudi qahrihi subhanah an hajabaka ‘anhu bi ma laisa bi-mawjudin ma’ahu.
Terjemahannya:
Salah satu tanda keagungan-Nya, Dia bisa menghalangimu untuk melihat-Nya dengan hal-hal yang sebetulnya tak ada bersama-Nya.
Mari kita menyelami kebijaksanaan Syekh Ibn Ataillah ini dengan dua lapis pengertian; pengertian umum dan pengertian khusus.
Pengertian umum. Hal yan menakjuban dalam hidup manusia adalah
seringkali dia gagal melihat kebenaran, melihat hakekat kehidupan,
melihat Dia yang menjad sumber kehidupan, padahal kebenaran itu ada di
depan matanya, padahal Dia itu terang-benderang ada di dalam semua wujud
dan alam raya ini.
Kebenaran hidup ada di depan mata kita,
terhampar di balik semua peristiwa yang kita hadapi setiap hari, tapi
kita kerap gagal melihatnya. Ini sama dengan lampu yang begitu terang,
sehingga menyilaukan mata, sehingga mata kita tak kuasa untuk melihat
lampu itu. Hal yang terlalu jalas kadang gagal kita pahami, luput dari
pengamatan kita. Kita baru “ngeh” setelah mengalami semacam peristiwa
yang membuat kita “shock”, kaget.
Masih ingatkah kita kisah
ditemukannya sebuah “kebenaran ilmiah” yang disebut dengan teori
gravitasi? Penemu teori ini adalah Isaac Newton, seorang fisikawan dan
matematikawan Inggris. Konon, kisah penemuan teori yang amat penting
dalam fisika ini terkiat dengan kejadian yang sepele. Suatu hari, Newton
duduk di bawah pohon apel. Saat Newton sedang duduk merenung, tiba-tiba
buah apel jatuh tak jauh dari tempat dia duduk.
Jika yang duduk
di bawah pohon apel itu orang lain, bukan Newton, mungkin tak ada
penemuan penting setelahnya. Mungkin orang itu akan gembira, bukan
karena menemukan sebuah teori, tetapi menemukan buah apel. Tetapi
peristiwa sederhana itu, bagi Newton, menjadi “aha moment”, menjadi
peristiwa yang menyingkap semacam “wahyu” kebenaran ilmiah.
Kenapa
apel jatuh ke bawah? Kenapa ia tak melayang terbang ke atas seperti
burung? Itu pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala Newton. Singkat
cerita, melalui peristiwa apel jatuh itu, Newton kemudian menemukan
sebuah penjelasan, sebuah teori, yaitu teori gravitasi.
Apel
jatuh karena bumi, dan juga obyek-obyek lain di alam raya ini, mempunyai
“force” atau gaya yang disebut dengan gravitasi. Gaya yang menarik
sebuah benda ke benda lain, seperti sebuah magnet. Karena itulah apel
jatuh. Karena itulah ada galaksi dengan gerak planet di dalamnya yang
teratur.
Peristiwa apel jatuh bisa dilihat oleh dan terjadi pada
siapapun.Insiden jatuhnya apel kelihatan “melok-melok”, terang
benderang di depan mata kita. Ia begitu terang seperti cahaya lampu yang
menyorotkan sinar yang sangat terang. Tetapi tak semua orang yang bisa
melihat “kebenaran” atau “hakekat” di balik peristiwa sederhana itu.
Hanya orang yang telah mencapai tingkat “ma’rifar” dalam bidang sains
seperti Newton yang bisa melihat hakekat itu.
Begitulah, Tuhan
yang maha terang ada di depan mata kita. Tetapi kita sering tak bisa
melihat-Nya. Kita terhalang oleh hal-hal yang semua, hal-hal yang
sebetulnya maya, hal-hal yang sejatinya tak ada, sehingga kita tak bisa
tembus pandang untuk melihat-Nya.
Pengertian khusus. Salah tanda
kebesaran Tuhan, Dia bisa tersembunyi dalam penampakan-Nya. Dan Dia bisa
nampak dalam ketersembunyian-Nya. Dia bisa dekat kepada mansia dalam
kejauhan-Nya. Dia bisa begitu jauh dalam kedekatan-Nya dengan manusia.
Tuhan adalah tempat di mana sejumlah “paradoks” kita jumpai. Dia dekat,
Dia jauh. Dia nampak, Dia tersembunyi. Dia Maha Pengasih, Dia Maha
Pengazab.
Ini semua bisa benar-benar menjadi paradoks yang
membingungkan bagi orang-orang yang tak mau membuka pikiran dan hatinya
kepada inti kebenaran.
Dengan pikiran “formal” seorang manusia,
paradoks ketuhanan ini jelas bisa membingungkan, bahkan bisa menyebabkan
seseorang marah dan protes dan melontarkan cercaan pada Tuhan.
Tanda kebesaran Tuhan ialah Dia tersembunyi, padahal jejak-jejak-Nya
terang-benderang ada di depan mata kita. Dia adalah Kebenaran yang ada
di mana-mana, tetapi kita gagal melihatnya. Situasi ini persis seperti
ungkapan dalam bahasa Inggris, “elephant in the room”, gajah di dalam
ruangan, tetapi kita tak bisa melihatnya.
Sebuah petikan dari
hadis qudsi yang sangat dalam maknanya memuat sabda Nabi seperti ini:
Tuhan berkata kepada hamba-Nya, “Aku sakit, kenapa engkau tak
menjengukku?” Lalu kata hamba itu: “Tuhan, bagaimana aku bisa
menjenguk-Mu, sementara Engkau adalah Tuhan seluruh alam semesta?” Jawab
Tuhan: Hambaku sakit, tetapi engkau tak menjenguknya.
Tuhan
sebagai Kebenaran hadir bersama kita dalam kehidupan sehari-hari, dalam
diri orang yang sakit, orang yang tak memiliki kain yang cukup untuk
menutup tubuhnya, orang yang lapar dan haus. Tuhan adalah Dia yang
“immanent”, yang ada bersama manusia, tetapi tak semua manusia bisa
merasakan kehadiran-Nya.
Apa pelajaran yang bisa kita petik dari
kebijaksanaan Ibn Ataillah ini? Kerapkali kita gagal memahami sesuatu
yang sederhana, yang sejatinya terang-benderang. Sebab kebenaran yang
terlalu jelas biasanya mirip dengan cahaya yang terlalu terang sinarnya,
sehingga kita dibutaka oleh cahaya itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar