MEDITASI IBN ATAILLAH (1)
Syekh Ibn Ataillah berkata:
Kaifa yusyriqu qalbun shuwarul akwani munthabi'atun fi mir'atihi.
Terjemahan:
Bagaimana hati bisa bersinar terang sementara cerminnya "dikotori" oleh gambar-gambar "kahanan" atau wujud material.
Pada bagian ini dan dua pasal berikutnya, kita akan mendengarkan
meditasi Ibn Ataillah serta renungan-renungannya yang, bagi saya, sangat
indah sekali. Meditasi Ibn Ataillah begitu puitis, begitu rohaniah,
begitu artistik. Keindahan renungan Ibn Ataillah bukan semata-mata
karena permainan kalimat yang licin dan mengkilap, melainkan karena
tenaga rohaniah yang dahsyat yang "muncrat" bagi mata air dari dalam
kalimatnya itu.
Mari kita mencoba memahami renungan Ibn Ataillah ini dengan pengertian umum dan khusus.
Pengertian umum. Rohani dan dunia batin kita tak akan bisa bersinar dan
memiliki daya tangkap yang sensitif jika di dalamnya terdapat pelbagai
bentuk gangguan, distraksi. Jika dunia batin kita keruh, karena
tetek-bengek urusan duniawi yang membuat fokus perhatian kita
tercerai-berai, maka sulit bagi batin kita untuk bersinar, jernih,
seperti kaca yang tak berdebu.
Kita bisa merasakan hal ini dalam
kehidupan sehari-hari. Jika hati kita keruh karena gangguan suatu
masalah, kita akan sulit untuk memusatkan perhatian, kita akan
kehilangan konsentrasi, batin kita akan cerai-berai seperti pasir yang
diterpa angin badai. Selama kita tak bisa merebut kembali hati dan batin
kita, mengosongkannya dari gangguan-gangguan itu, selama itu juga kita
akan gagal melakukan sesuatu yang berguna. Sebab kita telah kehilangan
konsentrasi.
Pekerjaan-pekerjaan besar dalam kehidupan biasanya
membutuhkan konsentrasi yang penuh dan konsisten. Konsentrasi yang
penuh, intensif, dan konsisten adalah persis dengan kaca suryakanta.
Kita bisa membakar kapas, misalnya, dengan memusatkan sinar matahari
melalui kaca suryakanta. Jika kaca itu bergerak-gerak, tidak konsisten
diarahkan ke kapas, maka kapas itu tak akan terbakar.
Kesuksesan
yang besar dimulai dari hal yang sederhana: kemampuan menata fokus dan
konsentrasi. Ini perkara yang mudah dikatakan, tapi tak semua orang bisa
melakukannya. Di zaman ketika godaan-godaan datang dari segala arah,
entah hiburan, media sosial, berita yang datang susul-menyusul tanpa
henti, kita kadang kehilangan kemampuan untuk konsentrasi.
Anda
sekarang bisa bertanya pada diri anda sendiri: setelah munculnya
teknologi digital, apakah kemampuan anda untuk konsentrasi membaca dalam
waktu yang cukup lama makin bertambah atau berkurang? Saya khawatir
jawabannya adalah yang kedua: makin berkurang. Sebab teknologi digital
menggoda orang untuk pindah dari satu "jendela" (window) ke jendela lain
lagi. Kita tak betah berlama-lama menghadapi satu jendela informasi.
Ingin segera pindah.
Inilah persisnya penyakit yang menjadi bahan
renungan Syekh Ibn Ataillah. Hati kita tak akan bisa bersinar dan kaya
dengan ilham yang mengalir kalau dia disesaki dengan banyak godaan yang
mengalihkan perhatian.
Begitu juga hati seorang beriman, tak
akan bisa bersinar terang untuk menerima ilham dari Tuhan jika isinya
penuh dengan "akwan" atau obyek-obyek duniawi yang mengganggu.
Bagaimana ilham dan pengertian tentang hakikat hidup bisa
melimpah-mencurah dari Tuhan kepada hati kita, jika kita memenuhi hati
kita itu dengan pikiran-pikiran mengenai dunia. Sebab Tuhan tidak bisa
dimadu, diduakan. Jika kita tak memusatkan perhatian kita seluruhnya
pada Tuhan, kita tak akan mendapatkan pengertian rohaniah dariNya.
Pengertian khusus. Hati manusia bisa diserupakan dengan kaca atau besi,
seperti disebutkan dalam sebuah hadis. Nabi bersabda: Sesungguhnya hati
manusia itu bisa mengalami karatan seperti besi. Dan sesungguhnya iman
itu bisa menjadi "iman lungsuran", persis seperti baju baru yang
lama-lama menjadi baju lungsuran.
Hati yang karatan adalah hati
yang terhijab, terhalang untuk "syuhud", menyaksikan Tuhan. Yang bisa
membuat hati terhalang adalah "akwan", yaitu segala hal selain Tuhan.
Orang Jawa memiliki istilah padanan yang baik untuk istilah "akwan" yang
banyak dipakai oleh kalangan sufi itu -- yaitu "kahanan". Kahanan atau
wujud ciptaan Tuhan bisa menjadi penghalang antara kita dan Tuhan.
Kecuali jika kita mampu memahami "kahanan" itu sebagai tanda-tanda
Tuhan.
Menurut Syekh Ibn Ajibah: Jika Tuhan ingin menunjukkan
kepeduliannya kepada seorang hamba, maka Dia akan menyibukkan hati dan
pikirannya dengan rahasia-rahasia ketuhanan, dan melepaskan dia dari
ikatan-ikatan dengan "kahanan" atau obyek material yang gelap.
Sebaliknya, jika Tuhan ingin merendahkan derajat seorang hamba, maka Dia
akan menyibukkan hati dan pikirannya dengan obyek-obyek material yang
gelap itu hingga ahirnya hati dan pikirannya gelap.
Apa yang
bisa kita pelajari dari hikmah Ibn Ataillah ini? Kita mesti
terus-menerus mempertajam mata batin kita dengan cara membersihkan hati
dan pikiran kita dari hal-hal yang bisa membuat lengah, mengalihkan
perhatian kita dari Tuhan. Hati yang dipenuhi dengan obyek-obyek duniawi
lama-lama bisa gelap dan sinarnya padam. Jika mata hati kita padam,
kita akan kehilangan kontak dan komunikasi dengan sumber kehidupan,
yaitu Tuhan.
Seorang yang beriman adalah orang yang bisa menjaga
fokus dan konsentrasi. Sebab, beriman kepada Tuhan pada dasarnya adalah
proses kejiwaan agar kita melatih diri untuk bisa mengarahkan fokus pada
Tuhan saja. Orang yang "kafir" adalah orang yang perhatiannya buyar,
cerai-berai, tidak bisa terpusat kepada pusat dan fokus yang tunggal.
Sebagaimana anda tak bisa menangkap obyek jika fokus kamera anda
bergerak-gerak terus, begitu juga saat kita tak bisa menjaga fokus hati
kita. Kita akan gagal "menangkap" Tuhan.
Seorang beriman tak
selayaknya menjadikan dunia sebagai fokus satu-satunya dalam kehidupan.
Untuk sementara waktu, kesuksesan duniawi bisa membawa kepuasan. Tetapi
kepuasan duniawi ada batasnya. Pada satu titik kita akan bosa dengan
kesuksesan semacam itu, dan mencari sesuatu yang lebih. Kepuasan
spiritual adalah sebenar-benarnya kepuasan yang layak diburu oleh
seorang beriman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar