MEDITASI IBN ATAILLAH (2): KURANGILAH BAGASIMU!
Sykeh Ibn Ataillah berkata:
Am kaifa yarhalu ilal-Lahi wahuwa mukabbalun bi syahawatihi?
Terjemahan: Bagaimana engkau bisa melakukan perjalanan menuju Tuhan,
sementara engkau terbelenggu oleh keinginan-keinginanmu sendiri?
Renungan Syekh Ibn Ataillah ini bisa kita pahami dalam pengertian awam/umum dan khusus.
Pengetian umum. Renungan kali ini masih berkaitan dengan renungan
sebelumnya. Dalam renungan terdahulu, Ibn Ataillah berbicara tentang
ilham yang bercucuran datang kepada hati yang bersih. Sementara hati dan
rohani manusia yang disesaki dengan “akwan”, kahanan,
keinginan-keinginan
duniawi yang sementara sifatnya, akan pelan-pelan
mengalami kegelapan, mengalami karatan, sehingga sulit untuk melakukan
komunikasi dengan Tuhan.
Pada bagian ini, Ibn Ataillah
melanjutkan renungannya dengan menunjukkan aspek yang lain, aspek yang
masih berhubungan dengan bagian sebelumnya. Seseorang akan sulit
melakukan perjalanan untuk “menjumpai” Tuhan, jika dia tak mampu
membersihkan dirinya dari keinginan-keinginan sesaat, dari syahwat
keduniaan, dari hal-hal yang mengalihkan perhatian dari fokus utama,
yaitu Tuhan. Syahwat semacam itu hanya menjadi beban saja dalam
perjalanan manusia menuju Tuhan.
Jika anda memiliki tujuan besar,
memiliki ambisi untuk mencapai sesuatu yang bermakna dalam hidup anda,
anda harus siap melakukan pengorbanan. Anda harus siap mengurangi isi
bagasi anda. Jangan sibukkan dirimu dengan bagasi yang terlalu berat.
Bawalah bagasi secukupnya, sehingga anda bisa memusatkan perhatian anda
pada tujuan utama, tak diganggu dengan urusan bagasi yang berlebihan.
Dalam tradisi Buddhisme Zen dikenal kebijaksanaan berikut ini. Jika
gelas penuh air, dia susah menerima air lagi. Dia hanya bisa menerima
air kembali jika sudah dikosongkan isinya. Seseorang akan susah menerima
pengertian dan pemahaman yang baru jika dia telah merasa penuh, tak
butuh tambahan pengertian baru. Karena itu, kosongkanlah dirimu,
anggaplah dirimua adalah murid baru yang belum tahu ap-apa. Sebab
pengetahuan yang lama bisa menjadi belenggu.
Seseorang yang
hendak berjalan menuju Tuhan, hendak menerima ilmu dan pemahaman tentang
hakekat ketuhanan, dia juga harus melakukan hal yang serupa. Dia harus
bisa mengosongkan “bagasi spiritual”-nya, jangan mengisinya dengan
keinginan-keinginan yang hanya akan mengalihkan perhatiannya dari Tuhan.
Bagasi yang penuh bisa mengganggu perjalanan seseorang.
Perjalanan akan bisa anda nikmati jika anda fokus pada tujuan utama
perjalanan itu. Bukan perjalanan yang direpotkan dengan soal bagasi.
Pengertian khusus. Perjalanan, kata Syekh Ibn Ajibah, tak bisa duduk
berbarengan dengan belenggu yang mengganggu perjalanan itu. “Al-rahil
ma’a al-takbil la yajtami’an”. Selama hati seseorang terpenjara dalam
kesenangan terhadap sesuatu, melekat kepadanya, terikat kepada hal-hal
yang sementara, walau hal-hal itu dibolehkan menurut agama (halal), dia
akan dibelenggu olehnya.
Seorang yang menjalani laku sufi tidak
berbicara mengenai halal dan haram saja. Mereka berbicara mengenai
sesuatu yang lebih dari itu. Banyak hal yang secara hukum agama halal,
seperti makan, minum, mencari kekayaan. Tetapi tak semua hal yang halal
mempunyai manfaat bagi kehidupan spiritual seorang sufi yang melakukan
perjalanan menuju Tuhan.
Dalam tradisi mistik Islam dikenal
kebijaksanaan seperti ini: hasanat al-abrar sayyi’atul muqarrabin.
Hal-hal yang baik dalam standar orang saleh dalam pengertian umum bisa
menjadi hal yang buruk dalam standar para wali yang dekat dengan Tuhan.
Sama dengan situasi berikut ini: menggunakan bahasa kasar mungkin
dianggap normal bagi orang-orang biasa di jalanan.
Tetapi seorang tokoh yang terhormat tentu akan dipandang aneh dan “berdosa” secara sosial jika melakukan tindakan itu.
Karena itu, seseorang yang hendak mengenal Tuhan, menjumpaiNya, hendak
mendapatkan pengertian yang hakiki (“ma’rifat”), dia harus memutus apa
yang oleh para sufi disebut ala’iq, atau kaitan-kaitan dengan hal-hal
duniawi yang bisa mengganggu perhatian.
Apa pelajaran yang bisa
kita peroleh dari renungan Ibn Ataillah ini? Memutus hubungan dengan
syahwat, dengan keinginan-keinginan sementara, adalah langkah yang harus
kita lakukan jika kita hendak “bertemu” dengan Tuhan. Kita tidak akan
bisa berjumpa dengan Tuhan jika hati kita dipenuhi, dibelenggi, dibebani
oleh hal-hal yang non-ketuhanan.
Kita bisa menyebut ini sebagai
ilmu pengosongan diri. Jika anda mau mengenal hakikat diri anda, “the
real self” anda, apa yang harus anda lakukan pertama kali adalah
menyingkirkan, mengupas lapisan-lapisan dalam diri anda yang anda anggap
bagi dari identitas anda: seperti kekayaan, pakaian yang indah,
jabatan, status sosial, citra sosial tentang diri anda, dsb. Banyak hal
yang anda kira merupakan “anda” tetapi sejatinya itu bukan anda.
Jika anda tak bisa melepaskan diri dari identitas-identitas palsu itu,
maka anda akan terhalang untuk mengetahui siapa diri anda. Jika anda
gagal mengenal diri anda, maka anda akan gagal juga mengenal siapa itu
Tuhan. Jika anda gagal mengenal Tuhan, anda akan gagal pula memahami
“sangkan paran”, asal-usul dan tujuan hidup anda. Dengan kata lain, anda
akan kehilangan orientasi.
Anda akan terjatuh dalam keadaan
disorientasi dan kebingungan. Kurangi bagasi anda sehingga anda bisa
mendapatkan kembali orientasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar