IBADAH QURBAN DAN PENGELOLAANNYA
LBM NU JAWA TIMUR
1. Pengertian Qurban Dan Hukumnya
وَهِيَ مَا يُذْبَحُ مِنَ النَّعَمِ تَقَرُّبًا إِلىَ اللهِ تَعَالىَ مِنْ يَوْمِ عِيْدِ النَّحْرِ إِلىَ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ
Qurban (tadhhiyah) adalah ternak yang disembelih karena mendekatkan diri kepada Allah pada hari raya nahr sampai akhir hari tasyriq.
Adapun hukumnya adalah sunat kifayah dalam satu keluarga yang berjumlah lebih dari satu orang. Dasarnya hukumnya :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (الكوثر
Maka shalatlah (hari raya) dan sembelihlah (qurban).
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ قَالَ ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ اْلكَرِيْمَةِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ اْلمُبَارَكَةَ عَلىَ صِفَاحِهِمَا (رواه مسلم (
Dari Anas ra ia berkata, bahwa Nabi saw berkurban dengan dua kambing kibasy berwarna putih lagi panjang tanduknya, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri yang mulia seraya membaca basmalah, bertakbir dan meletakkan kaki beliau yang berkah diatas leher kedua kambing tersebut. HR. Muslim
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ مِنْ عَمَلٍ أَحَبَّ إِلىَ اللهِ تَعَالىَ مِنْ إِرَاقَةِ الدَّمِ وَإِنَّهَا لَتَأْتِيْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكاَنٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلىَ اْلأَرْضِ فَطَيِّبُوْا بِهَا نَفْسًا
1. Pengertian Qurban Dan Hukumnya
وَهِيَ مَا يُذْبَحُ مِنَ النَّعَمِ تَقَرُّبًا إِلىَ اللهِ تَعَالىَ مِنْ يَوْمِ عِيْدِ النَّحْرِ إِلىَ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ
Qurban (tadhhiyah) adalah ternak yang disembelih karena mendekatkan diri kepada Allah pada hari raya nahr sampai akhir hari tasyriq.
Adapun hukumnya adalah sunat kifayah dalam satu keluarga yang berjumlah lebih dari satu orang. Dasarnya hukumnya :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (الكوثر
Maka shalatlah (hari raya) dan sembelihlah (qurban).
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ قَالَ ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ اْلكَرِيْمَةِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ اْلمُبَارَكَةَ عَلىَ صِفَاحِهِمَا (رواه مسلم (
Dari Anas ra ia berkata, bahwa Nabi saw berkurban dengan dua kambing kibasy berwarna putih lagi panjang tanduknya, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri yang mulia seraya membaca basmalah, bertakbir dan meletakkan kaki beliau yang berkah diatas leher kedua kambing tersebut. HR. Muslim
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ مِنْ عَمَلٍ أَحَبَّ إِلىَ اللهِ تَعَالىَ مِنْ إِرَاقَةِ الدَّمِ وَإِنَّهَا لَتَأْتِيْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكاَنٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلىَ اْلأَرْضِ فَطَيِّبُوْا بِهَا نَفْسًا
Rasulullah saw bersabda : Tidaklah seorang anak Adam beramal pada hari raya nahr dengan amal yang lebih dicintai Allah Ta’ala, dibanding mengalirkan darah (hewan kurban), dan sesungguhnya hewan kurban akan datang dihari kiamat lengkap dengan tanduk dan kakinya, dan sesungguhnya darah (kurban) akan sampai disuatu tempat disisi Allah sebelum darah itu jatuh di atas tanah, maka sucikanlah hatimu dengan korban.
2. Syarat-Syarat Hewan Qurban
Hewan kurban harus berupa ternak dari jenis onta, sapi dan kambing baik jantan maupun betina.
Hewan-hewan qurban tadi disyaratkan :
- Onta, harus berusia genap lima tahun (qamariyyah) dengan fisik tidak cacat dan tidak sakit.
- Sapi, harus berusia genap dua tahun (qamariyyah) dengan fisik tidak cacat dan tidak sakit.
- Kambing, harus berusia genap satu tahun (qamariyyah) atau sudah lepas giginya (powel :jw) untuk kambing domba/kibasy dan dua tahun (qamariyyah) atau sudah lepas giginya (powel :jw) untuk kambing kacang/jawa.
ARTIKEL INI JIKA INGIN YANG TINGGAL CETAK ATAU DI PRINT, SILAHKAN DOWNLOAD DI SINI
Seorang yang berkorban jika ia laki-laki dan mampu menyembelih, sunnah menyembelih sendiri hewan korbannya, dan juga sunnah menyaksikan penyembelihannya jika ia mewakilkan kepada orang lain. Adapun bagi orang perempuan, maka yang lebih utama mewakilkan kepada orang lain.
وَلَمْ تَجُزْ بَيِّنَةُ اْلهُزَالِ # وَمَرَضٍ وَعَرَجٍ فِي اْلحَالِ
وَنَاقِصُ اْلجُزْءِ كَبَعْضِ أُذْنِ # أَوْ ذَنَبٍ كَعَوَرٍ فِي اْلأَعُيُنِ
أَوِاْلعَمَى أَوْقَطْعُ بَعْضِ اْلأَلْيَةْ # وَجَازَ نَقْصُ قَرْنِهَا وَاْلخَصْيَةْ
Tidak diperbolehkan hewan yang : sangat kurus, sakit, pincang, cacat bagian tubuhnya seperti sebagain telinga atau ekornya sebagaimana pula buta sebelah matanya, buta keduanya atau terpotong pantatnya. Diperbolehkan hewan yang cacat tandukya dan hewan yang dikebiri.
3. Macam-Macam Qurban
Dari segi hukum, qurban terbagi menjadi dua macam :
- Qurban sunat, ini merupakan hukum asal ibadah qurban, sebagaimana dijelaskan di atas.
- Qurban wajib, apabila dinadzarkan atau dinyatakan melalui pernyataan kesanggupan (ja’li), misalnya “aku jadikan binatang ternak ini sebagai qurban”.
4. Qurban Atas Nama Orang Lain Atau Mayit
Berqurban atas nama orang lain tidak diperkenankan tanpa seizinnya. Sedangkan berqurban atas nama orang yang sudah meninggal, para fuqaha’ berbeda pendapat, ada yang berpendapat tidak sah jika tidak mewasiatkan dan ada yang bependapat sah sekalipun tidak mewasiatkan.
وَلاَ يُضَحِّىْ اَحَدٌ عَنْ حَيٍّ بِلاَ اِذْنِهِ وَلاَعَنْ مَيِّتٍ لَمْ يُوْصِ اهـ
Tidak diperkenankan seseorang berkorban atas nama orang yang masih hidup tanpa seizinnya dan juga atas nama mayit yang tidak mewasiatkannya.
)وَلاَ) تَضْحِيَةٌ (عَنْ مَيِّتٍ لَمْ يُوْصِ بِهَا) لِقَوْلِهِ تَعَالىَ "وَاَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلاَّ مَا سَعَي" فَاِنْ اَوْصَى بِهَا جَازَ الى ان قال وَقِيْلَ تَصِحُّ التَّضْحِيَةُ عَنِ اْلمَيِّتِ وَاِنْ لَمْ يُوْصِ بِهَا لِاَنَّهَا ضَرْبٌ مِنَ الصَّدَقَةٍ وَهِىَ تَصِحُّ عَنِ اْلمَيِّتِ وَتَنْفَعُهُ اهـ
Tidak sah berkorban atas nama mayit yang tidak mewasiatkannya, karena firman Allah swt (artinya) :”Dan sesungguhnya bagi manusia hanyalah apa yang ia usahakan”. Jadi jika ia mewasiatkannya maka boleh sampai ungkapan …dan dikatakan : sah berkorban atas nama mayit walaupun dia tidak mewasiatkannya, karena berkurban merupakan bagian dari shadaqah dan shadaqah atas nama mayit adalah sah dan dapat memberi manfaat.
5. Berserikat Antara Qurban Dan Aqiqah
Memperserikatkan antara qurban dan aqiqah pada seekor ternak terdapat perbedaan pendapat, menurut Imam Ibnu Hajar yang bisa hasil hanya satu dan menurut Imam Muhammad Ramli kesemuanya bisa hasil.
لَوْ نَوَي اْلعَقِيْقَةَ وَالضَّحِيَّةَ لَمْ تَحْصُلْ غَيْرُ وَاحِدٍ عِنْدَ حج وَيَحْصُلُ اْلكُلُّ عِنْدَ مر اهـ
Apabila seseorang meniati aqiqah dan qurban, maka tidak hasil kecuali satu menurut Imam Ibnu Hajar dan bisa hasil keseluruhannya menurut Imam Muhammad Ramli.
6. Pembagian Daging Qurban
Daging kurban wajib disedekahkan dalam keadaan mentah, dan mudhahhi boleh memakan sebagiannya, kecuali jika kurban itu dinadzarkan, maka harus disedekahkan keseluruhannya.
وَاْلفَرْضُ بَعْضُ اللَّحْمِ لَوْبِنَزْرٍ# وَكُلْ مِنَ اْلمَنْدُوْبِ دُوْنَ النَّذْرِ
Wajib (dalam kurban sunnah) mensedekahkan sebagian dagingnya walaupun sedikit dan makanlah dari kurban sunnah bukan kurban nadzar.
وَيُشْتَرَطُ فِى اللَّحْمِ اَنْ يَكُوْنَ نِيْأً لِيَتَصَرَّفَ فِيْهِ مَنْ يَأْخُذُهُ بِمَا شَاءَ مِنْ بَيْعٍ وَغَيْرِهِ
Disyaratkan daging kurban dibagikan dalam keadaan mentah agar si penerima bebas mentasarufkan dengan sekehendaknya baik dijual atau yang lain.
Adapun yang berhak menerima daging qurban adalah orang faqir sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Qur’an :
فَكُلُواْ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (الحج : 27 )
Maka makanlah sebagian daripadanya dan berikanlah (sebagian yang lain) untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.
Ijtihad para fuqaha’ tentang pembagian daging qurban ini ada tiga pendapat :
(1) Disedekahkan seluruhnya kecuali sekedar untuk lauk-pauk
(2) Dimakan sendiri separo dan disedekahkan separo
(3) Sepertiga dimakan sendiri, sepertiga dihadiahkan dan sepertiga lagi disedekahkan. (Kifayatul Akhyar, juz 2 : 241)
Bagaimana dengan mendistribusikan daging qurban ke daerah lain atau disalurkan kepada masyarakat yang sedang tertimpa bencana ?
)فَرْعٌ) مَحَلُّ التَّضْحِيَةِ بَلَدُ اْلمُضَحِّىْ وَفِىْ نَقْلِ اْلاُضْحِيَةِ وَجْهاَنِ يُخَرَّجَانِ مِنْ نَقْلِ الزَّكَاةِ وَالصَّحِيْحُ هُنَا اْلجَوَازُ
Tempat penyembelihan qurban di tempat orang yang berkorban. Dalam hal memindah qurban terdapat dua pendapat ulama yang ditakhrij dari masalah memindah zakat, dan menurut pendapat yang shahih dalam hal qurban adalah diperbolehkan.
وَقَدْ يُسْتَعْمَلُ فِيْمَنْ نَزَلَتْ بِهِ نَازِلَةُ دَهْرٍ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فَقِيْرًا
Terkadang dipergunakan (makna) dari البائس الفقير pada orang yang tertimpa musibah bencana alam sekalipun ia bukan orang fakir.
7. Wakalah Dalam Ibadah Qurban
Ibadah Qurban merupakan salah satu ibadah yang pelaksanaannya tidak harus dilakukan sendiri, tetapi boleh diwakilkan kepada pihak kedua, baik kepada perseorangan maupun beberapa orang yang terkordinir (panitia).
وَيُسْتَثْنَى مِنْ ذَلِكَ اْلحَجُّ وَذَبْحُ اْلأَضَاحِىْ وَتَفْرِقَةُ الزَّكَاةِ
Dikecualikan dari hukum diatas (tidak boleh diwakilkan) adalah ibadah haji, menyembelih qurban dan membagikan zakat.
Wakil Terkordinir
Panitia Qurban adalah sekelompok orang tertentu yang pada umumnya dipersiapkan oleh suatu lembaga/organisasi (ta’mir masjid, mushalla, instansi dan lain-lain), guna menerima kepercayaan (amanat) dari pihak mudlahhi (yang berkorban) agar melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan membagikan dagingnya.
Memperhatikan pengertian panitia di atas maka dalam pandangan fiqh, panitia adalah wakil dari pihak mudlahhi.
وَفِي الشَّرْعِ تَفْوِيْضُ شَخْصٍ شَيْأً لَهُ فِعْلُهُ مِمَّا يَقْبَلُ النِّيَابَةَ اِلىَ غَيْرِهِ لِيَفْعَلَهُ حَالَ حَيَاتِهِ
Wakalah menurut syara’ adalah penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan (pihak lain), kepada pihak lain agar dikerjakan diwaktu pihak pertama masih hidup.
)وَاْلوَكِيْلُ اَمِيْنٌ ) لِاَنَّهُ نَائِبٌ عَنِ اْلمُوَكِّلِ فِي اْليَدِ وَالتَّصَرُّفِ فَكَانَتْ يَدُهُ كَيَدِهِ
Wakil adalah pemegang amanah, karena ia sebagai pengganti muwakkil (yang mewakilkan) dalam kekuasaan dan tasharruf, jadi kekuasannya seperti kekuasaan pihak muwakkil.
8. Tata Cara Penyerahan Qurban Kepada Panitia
Penyerahan Berupa Hewan Qurban
Penyerahan hewan qurban kepada wanitia (wakil) haruslah melalui pernyataan yang jelas, dalam hal status qubannya (sunat / wajib) maupun urusan yang diserahkannya (menyembelih atau dan juga membagikan dagingnya). Oleh karenanya harus ada pernyataan mewakilkan (menyerahkan) oleh pihak mudlahhi dan penerimaan oleh pihak panitia, lalu serah-terima hewan qurbannya.
أَرْكَانُهَا اَرْبَعَةٌ مُوَكِّلٌ وَوَكِيْلٌ وَمُوَكَّلٌ فِيْهِ وَصِيْغَةٌ وَيَكْفِىْ فِيْهَا اللَّفْظُ مِنْ اَحَدِهِمَا وَعَدَمُ الرَّدِّ مِنَ اْلأَخَرِ كَقَوْلِ اْلمُوَكِّلِ وَكَّلْتُكَ بِكَذَا اَوْ فَوَّضْتُهُ اِلَيْكَ وَلَوْ بِمُكَاتَبَةٍ اَوْ مُرَاسَلَةٍ
Rukun wakalah ada empat :
(1) Muwakkil
(2) Wakil
(3) Muwakkal fih dan
(4) shighat.
Dan sudah mencukupi dalam shighat ini pernyataan dari salah satu pihak dan tidak ada penolakan dari pihak yang lain, seperti ucapan muwakkil “saya wakilkan urusan ini kepadamu” atau “saya serahkan urusan ini kepadamu”, baik melalui surat maupun utusan.
Qurban sebagai ibadah memerlukan niat baik oleh pihak mudlahhi sendiri atau diserahkan kepada wakilnya, kecuali qurban nadzar maka tidak ada syarat niat.
وَلاَ يُشْتَرَطُ فِى اْلمُعَيَّنَةِ ابْتِدَاءً بِالنَّذْرِ النِّيَّةُ بِخِلاَفِ اْلمُتَطَوَّعِ بِهَا وَاْلوَاجِبَةِ بِاْلجَعْلِ اَوْ بِالتَّعْيِيْنِ عَمَّا فِى الذِّمَّةِ فَيُشْتَرَطُ لَهُ نِيَّةٌ عِنْدَ الذَّبْحِ اَوْ عِنْدَ التَّعْيِيْنِ لِمَا يُضَحِّىْ بِهِ كَالنِّيَّةِ فِى الزَّكَاةِ وَلَهُ تَفْوِيْضُهَا لِمُسْلِمٍ مُمَيِّزٍ وَاِنْ لَمْ يُوَكِّلْهُ فِى الذَّبْحِ
Tidak disyaratkan niat dalam qurban yang telah ditentukan dengan jalan nadzar sejak permulaan. Beda halnya dengan qurban sunat dan qurban wajib dengan jalan ja’li (pernyataan kesanggupan) atau ta’yin (menentukan) dari apa yang dalam tanggungannya, maka disyaratkan harus niat ketika menyembelih atau menentukan hewan qurbannya sebagaimana niat dalam zakat. Boleh juga niat qurban diserahkan kepada seorang muslim yang sudah tamyiz sekalipun ia tidak dijadikan wakil dalam menyembelih.
9. Penyerahan Berupa Uang Seharga Hewan Ternak
Kecenderungan masyarakat saat ini dalam melakukan aktivitas sehari-hari ingin serba cepat dan praktis, simpel dan mudah, tak terkecuali dalam urusan ibadah qurban. Sehingga orang yang hendak ibadah qurban cukup menyerahkan sejumlah uang kepada panitia, agar dibelikan ternak layak qurban sekaligus juga penyembelian serta pembagian dagingnya. Dalam hal ini menurut pandangan ulama’ adalah boleh, sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anah al-Thalibin :
فِيْ فَتاَوَي اْلعَلاَّمَةِ الشَّيْخِ مُحَمَّدٍ بْنِ سُلَيْمَانَ اْلكُرْدِيِّ مُحَشِّيْ شَرْحِ ابْنِ حَجَرٍ عَلىَ اْلمُخْتَصَرِ مَا نَصُّهُ سُئِلَ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالىَ جَرَتْ عَادَةُ أَهْلِ بَلَدِ جَاوَى عَلىَ تَوْكِيْلِ مَنْ يَشْتَرِيْ لَهُمُ النَّعَمَ فِيْ مَكَّةَ لِلْعَقِيْقَةِ أَوِ اْلأُضْحِيَةِ وَيَذْبَحُهُ فِيْ مَكَّةَ وَاْلحَالُ أَنَّ مَنْ يُعَقُّ أَوْ يُضَحَّيْ عَنْهُ فِيْ بَلَدِ جَاوَى فَهَلْ يَصِحُّ ذَلِكَ أَوْلاَ أَفْتُوْنَا اْلجَوَابَ نَعَمْ يَصِحُّ ذَلِكَ وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ فِيْ شِرَاءِ اْلأُضْحِيَةِ وَاْلعَقِيْقَةِ وَفِيْ ذَبْحِهَا وَلَوْبِغَيْرِ بَلَدِ اْلمُضَحِّيْ وَاْلعَاقِّ
Dalam kitab Fatawa Syekh Sulaiman al-Kurdi Muhasyyi Syarah Ibni Hajar ‘ala al-Mukhtashar, terdapat suatu pertanyaan : Ditanyakan kepada beliau “Telah berlaku kebiasaan penduduk Jawa mewakilkan kepada seseorang agar membelikan ternak untuk mereka di Makkah sebagai aqiqah atau qurban dan agar menyembelihnya di Makkah, sementara orang yang di aqiqahi atau qurbani berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau tidak ? Mohon jawabannya difatwakan kepada kami ! “. Ya, demikian itu sah. Dan diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan qurban dan aqiqah dan juga penyembelihanya sekalipun tidak dilaksanakan di tempat orang yang berkorban atau beraqiqah.
Ada hal penting yang perlu diperhatikan ketika penyerahan mudhahhi kepada panitia berupa uang, yaitu panitia wajib menentukan/meniatkan ternak yang telah dibelinya dengan mengatasnamakan orang yang telah memberi kuasa kepadanya. Lihat : Al-Bajuri juz 2 hal 296
10. Tugas Panitia Qurban
Tugas pokok panitia adalah menyembelih dan membagikan dagingnya kepada pihak yang berhak, sesuai dengan pernyataan pihak mudlahhi saat penyerahan hewan qurban dan pihak wakil/panitia sedikipun tidak diperkenankan melanggar amanah ini sebagaimana keterangan di atas.
وَلاَيَمْلِكُ اْلوَكِيْلُ مِنَ التَّصَرُّفِ اِلاَّ مَا يَقْتَضِيْهِ اِذْنُ اْلمُوَكِّلِ مِنْ جِهَةِ النُّطْقِ اَوْ مِنْ جِهَةِ اْلعُرْفِ
Seorang wakil tidak berkuasa tentang urusan tasharuf melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakkil melalui jalan ucapan atau adat yang berlaku.
Terkait dengan qurban nadzar/wajib, panitia harus menjaga dagingnya jangan sampai jatuh pada orang yang bernadzar dan keluarga mudhohhi yang wajib ditanggung nafkahnya.
وَلاَ يَأْكُلُ اْلمُضَحِّىْ شَيْأً مِنَ اْلأُضْحِيَةِ اْلمَنْذُوْرَةِ (قوله ولا يأكل) اَىْ لاَيَجُوْزُ لَهُ اْلأَكْلُ فَاِنْ أَكَلَ شَيْأً غَرِمَهُ (قوله المضحى ) وَكَذَا مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ
Pihak yang berkorban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan, yakni ia tidak boleh memakannya. Jika memakan sedikit saja maka wajib mengganti. Seperti halnya pihak mudhahhi adalah orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.
(ويحرم الاكل الخ ) الى ان قال فَيَجِبُ عَلَيْهِ التَّصَدُّقُ بِجَمِيْعِهَا حَتَّى قَرْنِهَا وَظِلْفِهَا اهـ
(Haram memakan dst) sampai ungkapan, maka wajib atas mudhahhi mensedekahkan seluruh qurbannya hingga tanduk dan kakinya.
Oleh karena itu, panitia sejak awal harus memilah antara qurban sunnah dan qurban wajib, agar tidak terjadi percampuran antara keduanya. Apabila antara qurban sunnah dan nadzar/wajib terlanjur bercampur dan kesulitan untuk memilahnya, maka dianggap cukup dengan cara memisahkan daging seukuran qurban nadzar/wajib dari daging yang ada, kemudian mensedekahkan kepada selain yang bernadzar/berkorban wajib dan keluarga mudhohhi yang wajib ditanggung nafkahnya.
أَفْتَى النَّوَوِىُّ كَابْنِ الصَّلاَحِ فِيْمَنْ غَصَبَ نَحْوَ نَقْدٍ اَوْ بُرٍّ وَخَلَطَهُ بِمَالِهِ وَلَمْ يَتَمَيَّزْ بِاَنَّ لَهُ اِفْرَازَ قَدْرِ اْلمَغْصُوْبِ وَيَحِلُّ لَهُ التَّصَرُّفُ فِى اْلبَاقِىْ
Imam Nawawi berfatwa sebagaimana Imam Ibnu Shalah tentang seseorang yang ghashab semisal uang (dinar/dirham) atau biji gandum dan mencampurkannya dengan harta miliknya dan tidak dapat membedakannya, bahwa baginya boleh memisahkan seukuran barang yang dighashabnya itu dan halal baginya mentasarufkan sisanya.
11. Menjual, Memanfaatkan Dan Menjadikan Ongkos Sebagian Dari Qurban
Menjual/menjadikan sebagai ongkos, terhadap kulit, kepala, kaki qurban maupun bagian badan yang lainnya oleh pihak mudlahhi maupun wakil/panitia adalah tidak boleh, bahkan untuk qurban wajib/nadzar wajib disedekahkan keseluruhannya dan sama sekali tidak boleh memanfaatkan semisal kulitnya. Beda halnya dengan qurban sunat, walaupun juga tidak boleh menjual sedikitpun, tetapi memanfaatkan semisal kulitnya masih diperbolehkan.
(قوله وَلاَيَبِيْعُ) اى يَحْرُمُ عَلىَ اْلمُضَحِّىْ بَيْعُ شَيْئٍ (مِنَ اْلاُضْحِيَةِ) اَىْ مِنْ لَحْمِهَا اَوْشَعْرِهَا اَوْجِلْدِهَا وَيَحْرُمُ اَيْضًا جَعْلُهُ اُجْرَةً لِلْجَزَّارِ وَلَوْ كَانَتِ اْلاُضْحِيَةُ تَطَوُّعًا
(Tidak boleh menjual), maksudnya haram atas mudlahhi menjual sedikit saja (dari qurban) baik dagingnya, bulunya atau kulitnya. Haram juga menjadikannya sebagai ongkos penyembelih walaupun qurban itu qurban sunat.
وَلاَيَجُوْزُ بَيْعُ شَيْئٍ مِنَ اْلهَدْيِ وَاْلأُضْحِيَةِ نَذْرًا كَانَ اَوْ تَطَوُّعًا
Tidak diperbolehkan menjual sedikitpun dari hewan hadiah dan qurban, baik itu nadzar ataupun sunat.
فَلَيْسَ لَهُ اَنْ يَنْتَفِعَ بِجِلْدِهَا كَأَنْ يَجْعَلَهُ فَرْوَةً وَلَهُ اِعَارَتُهُ كَمَالَهُ اِجاَرَتُهَا اهـ
Maka tidak boleh baginya (mudhahhi) memanfaatkan kulitnya (qurban nadzar) seperti menjadikannya untuk wadah, namun boleh baginya meminjamkan dan menyewakannya.
Dalam madzhab Hanafi dan Hanbali, diperbolehkan menjual kulit qurban akan tetapi hasil penjualannya wajib disedekahkan.
12. Memakan Daging Oleh Mudhahhi/Wakil
Memakan sebagian daging qurban oleh pihak mudlahhi diperbolehkan, asalkan bukan qurban wajib/nadzar. Dan jika qurban wajib/nadzar yang tidak diperbolehkan makan tidak hanya dia sendiri (mudhohhi), namun juga orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.
وَلاَ يَأْكُلُ اْلمُضَحِّىْ شَيْأً مِنَ اْلأُضْحِيَةِ اْلمَنْذُوْرَةِ وَيَأْكُلُ مِنَ اْلمُتَطَوَّعِ بِهَا
Pihak yang berkorban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan dan boleh memakannya jika dari korban sunat.
وَلاَ يَأْكُلُ اْلمُضَحِّىْ شَيْأً مِنَ اْلأُضْحِيَةِ اْلمَنْذُوْرَةِ (قوله ولا يأكل) اَىْ لاَيَجُوْزُ لَهُ اْلأَكْلُ فَاِنْ أَكَلَ شَيْأً غَرِمَهُ (قوله المضحى ) وَكَذَا مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ
Pihak yang berkorban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan, yakni ia tidak boleh memakannya. Jika memakan sedikit saja maka wajib mengganti. Seperti halnya pihak mudhahhi adalah orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.
Bagaimana dengan wakil/panitia, bolehkan mereka mengambil / memakannya ?
Sesuai kedudukan panitia adalah wakil dari pihak mudhahhi, maka panitia tidak diperbolehkan mengambil atau memakan sedikitpun, sebab akan terjadi peran ganda panitia yaitu sebagai pemberi sekaligus juga penerima (ittihad al-qabidh wal muqbidh) yang tidak boleh terjadi.
وَلاَيَجُوْزُلِلْوَكِيْلِ اْلأَخْذُ مِنْهَا لِاتِّحَادِ اْلقَابِضِ وَاْلمُقْبِضِ نَعَمْ اِنْ عَيَّنَ لَهُ قَدْرًا جَازَ لِاَنَّ اْلمُقْبِضَ حِيْنَئِذٍ هُوَالْمَالِكُ
Dan tidak boleh bagi wakil (panitia) mengambil dari padanya, sebab akan terjadi menyatunya qabidh (penerima) dan yang menerimakan (muqbidh), tetapi jika pemilik telah menentukan kadar tertentu untuk wakil maka diperolehkan, sebab ketika demikian yang terjadi maka pihak yang menerimakan adalah langsung pemilik.
Kemudian agar panitia bisa mengambil sebagian daging qurban, maka harus ada izin dari pihak mudlahhi kepada panitia agar diperbolehkan mengambilnya dalam batas ukuran tertentu, hanya saja untuk qurban nadzar panitia penerima harus berstatus mustahiq yaitu faqir. Hal ini dikarenakan adanya kewajiban mensedekahkan keseluruhan dalam qurban nadzar sebagaimana penjelasan di atas.
وَلاَ يَجُوْزُ لَهُ أَخْذُ شَيْئٍ اِلاَّ اِنْ عَيَّنَ لَهُ اْلمُوَكِّلُ قَدْرًا مِنْهَا
Tidak boleh bagi wakil (panitia) mengambil sedikitpun, keculai pihak muwakkil sudah menentukan kadar (bagian) dari padanya untuk pihak wakil.
13. Cara Mudah Dan Aman Dalam Pengelolaan Qurban
Dari uraian diatas, seharusnya panitia qurban sudah memahami betul tata cara mengelola ibadah qurban, agar dalam mengemban amanah para mudlahhi tidak terjadi kesalahan yang dapat menimbulkan resiko yang tidak ringan atas panitia sendiri.
Ada tiga altertatif yang bisa tawarkan :
Pada saat penyerahan qurban, panitia mengidentifikasi antara qurban sunat dan wajib/nadzar, lalu memisahkan daging sembelihannya agar qurban wajib pembagaiannya tidak jatuh pada yang berberqurban dan keluarga mudhohhi yang wajib ditanggung nafkahnya. Pihak panitia dengan secara terus terang minta izin kepada pihak mudlahhi qurban sunat, agar diperkenankan mengambil dagingnya, semisal untuk setiap satu kambing 1 kg dan setiap satu sapi 3 kg.
Panitia (wakil) cukup satu atau dua orang saja dan personil lainnya berstatus sebagai pekerja (ajir), sehingga ia berhak mendapat ongkos dan pembagian qurban, sedang yang menjadi wakil menerapkan alternatif pertama.
Panitia menyepakati menunjuk satu/dua orang yang berhak menerima daging qurban dan diadakan kesepakatan agar setelah mereka menerima daging qurban, mereka membagikannya kepada seluruh warga termasuk didalamnya panitia qurban itu sendiri.
قَالَ تَعَالىَ "فَكُلُوْا مِنْهاَ وَأَطْعِمُوْا البَائِسَ اْلفَقِيْرَ" وَيَكْفِىْ تَمْلِيْكُهُ لِمِسْكِيْنٍ وَاحِدٍ
Maka makanlah kalian dari daging qurban dan berikanlah makan kepada orang yang sangat membutuhkan. Dan mencukupi jika diberikan satu orang miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar