Selasa, 20 Agustus 2019

LIWETAN DAN NGAJI HIKAM 1

Ahad Kliwon
11
Dzulqo’dah 1440 H
14
Juli 2019
Ponpes Al Hikam Mlathen, Kauman, Tulungagung

مِنْ عَلَامَات الْاِعْتِمَادِ عَلَى الْعَمَلِ نُقْصَانِ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُوْدِ الْزَّلَلِ
Sebagian tanda dari bergantung kepada amal, adalah kurangnya harapan kepada Allah ketika terjadi kesalahan / dosa

Dalam Liwetan dan Ngaji Hikam pagi ini, KH Makrus Maryani membacakan Fasal Hikam yang ke 1.
Imam Ibnu Athoillah memulai hikmah pertamanya bahwa Setengah dari tanda bahwa seorang itu bersandar diri pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan/dosa.

Amal usaha yang dimaksud disini adalah amal anggota badan, seperti Sholat, Dzikir dll.
Adapun yang bergantung pada Amal dibagi menjadi 2, yaitu ‘ubad (ahli ibadah) dan Muriidiin. Ahli ibadah menyandarkan ibadahnya untuk masuk surga dan kenikmatannya, selamat dari siksa Allah.

Adapun Muriidiin, menyandarkan ibadahnya untuk bisa sampai pada Gusti Allah, membuka tabir penutup dirinya dengan gusti Allah.
Penyandaran ibadah dari 2 golongan ini masih di cela...Kyai Makrus dawuh bahwa niat dan penyandaran ibadah ini sebenarnya sudah bagus, namun masih di cela bagi golongan Ahli Ma’rifat pengamal Hikam.

Para ahli ma’rifat memandang bahwa semua amal yang mereka lakukan itu HAKIKATNYA bisa terlaksana karena pertolongan Allah, jadi mereka menganggap bahwa Dzikir mereka, sholat mereka, puasa mereka itu bisa terlaksana, bisa kuat karena Allah,....bukan karena kekuatan atau keilmuan mereka.
Kita bisa melihat hati kita, ketika terperosok ke dalam kesalahan/dosa. *Jika dosa tersebut membuat kita berputus asa berarti kita masih bergantung kepada amal dan putus asa akan rahmat dan pertolongan Nya.*

Fasal ini menjelaskan bahwa orang beriman semata mata bergantung hanya kepada Allah dalam keadaan apapun.
Bergantung kepada Allah tidak membuat hati putus asa dalam menghadapi tantangan hidup.
Sesuatu yang kita sukai belum tentu baik buat kita, begitu pula sesuatu yang kita benci belum tentu jelek buat kita. Karena kita tidak tahu sedangkan Allah Maha Tahu atas segala sesuatu.

AlMukarom Kyai Makrus menceritakan, bahwa dulu ada seorang guru tasawuf, yang sangat disegani oleh para muridnya.
di antara mereka para murid tsb ada yang menjadi kesayangan kyai/Syekh tersebut.
Hal itu menimbulkan kecemburuan tersendiri di kalangan para santri lainnya.
Sang kyai atau Syekh akhirnya memanggil semua muridnya untuk diberi tugas.
Beliau berkata kepada murid-muridnya, "Wahai murid2ku. Sembelihlah ayam ini, namun jangan sampai ada siapa pun yang mengetahuinya. Siapa pun ia," perintah Syekh.
Setelah kesemuanya menerima ayam dan sebilah pisau, Semua muridnya lalu dipersilakan untuk mencari tempat sesuka mereka.
Tanpa pikir panjang dan tunggu lama, murid-murid itu pun bergegas mencari lokasi yang tepat, yang tersembunyi, yang menurut mereka tidak akan terlihat oleh siapa pun. Tak selang beberapa lama, satu per satu para murid pun kembali dengan membawa ayam yang telah terpotong lehernya.
Sambil berkata congkak bahwa mereka yakin tak ada siapa pun yang mengetahuinya.
Tetapi, setelah sekian lama, ada salah satu murid yang tak kunjung kembali.
Ya, ia adalah murid kesayangan guru tersebut.
Semua temannya heran, mengapa ia begitu bodohnya mencari lokasi tersembunyi, batin teman-temannya.
Sang guru pun lantas bertanya, "Wahai kang pondok, mengapa ayammu masih hidup? Bukankah aku perintahkanmu untuk menyembelihnya?"
"Maaf Kyai, bukannya saya hendak melawan perintah Jenengan. Namun, saya benar-benar tak bisa menyembelih ayam ini tanpa diketahui siapa pun. Bagaimanpun juga, saya tidak bisa mengingkari hati nurani saya bahwa di mana pun saya berada, Allah akan tetap melihat apa yang saya kerjakan," jawab Murid dengan lugunya.
Sontak, seluruh temannya tertunduk malu. Bagaimana mereka begitu yakin, jika tidak ada siapa pun yang melihat perlaku mereka. Padahal sang guru telah mendidik hatinya sedemikian rupa, agar mereka selalu menancapkan Allah dalam relung sanubari.
Lewat kejadian itu pun, para murid akhirnya sadar mengapa sang guru begitu sayang terhadap Murid tersebut.

Wallau a'lam

Mari ikuti Kajian Hikam dan Liwetan sambil Tabarukan dengan para Kyai Se Tulungagung.
Ahad Kliwon depan di Pondok La Tahzan, Kyai Solihin Etan Pasar Gondang ke Selatan Kurang lebih 100 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar