Ahad Kliwon
11 Dzulqo’dah 1440 H
14 Juli 2019
Ponpes Al Hikam Mlathen, Kauman, Tulungagung
11 Dzulqo’dah 1440 H
14 Juli 2019
Ponpes Al Hikam Mlathen, Kauman, Tulungagung
مِنْ عَلَامَات الْاِعْتِمَادِ عَلَى الْعَمَلِ نُقْصَانِ الرَّجَاءِ عِنْدَ
وُجُوْدِ الْزَّلَلِ
Sebagian tanda dari bergantung kepada amal,
adalah kurangnya harapan kepada Allah ketika terjadi kesalahan / dosa
Dalam Liwetan dan Ngaji Hikam pagi ini, KH
Makrus Maryani membacakan Fasal Hikam yang ke 1.
Imam Ibnu Athoillah memulai hikmah
pertamanya bahwa Setengah dari tanda bahwa seorang itu
bersandar diri pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya
pengharapan terhadap rahmat karunia Allah ketika terjadi padanya
suatu kesalahan/dosa.
Amal usaha yang dimaksud disini adalah amal
anggota badan, seperti Sholat, Dzikir dll.
Adapun yang bergantung pada Amal dibagi
menjadi 2, yaitu ‘ubad (ahli ibadah) dan
Muriidiin. Ahli ibadah menyandarkan ibadahnya untuk masuk surga
dan kenikmatannya, selamat dari siksa Allah.
Adapun Muriidiin, menyandarkan ibadahnya untuk bisa sampai pada Gusti Allah, membuka tabir penutup dirinya dengan gusti Allah.
Penyandaran ibadah dari 2 golongan ini
masih di cela...Kyai Makrus dawuh bahwa niat dan
penyandaran ibadah ini sebenarnya sudah bagus,
namun masih di cela bagi golongan Ahli Ma’rifat pengamal Hikam.
Para ahli ma’rifat memandang bahwa semua
amal yang mereka lakukan itu HAKIKATNYA bisa
terlaksana karena pertolongan Allah, jadi mereka menganggap
bahwa Dzikir mereka, sholat mereka, puasa mereka itu bisa terlaksana,
bisa kuat karena Allah,....bukan karena kekuatan atau keilmuan
mereka.
Kita bisa melihat hati kita, ketika
terperosok ke dalam kesalahan/dosa. *Jika dosa
tersebut membuat kita berputus asa berarti kita masih
bergantung kepada amal dan putus asa akan rahmat dan pertolongan
Nya.*
Fasal ini menjelaskan bahwa orang beriman
semata mata bergantung hanya kepada Allah dalam keadaan apapun.
Bergantung kepada Allah tidak membuat hati
putus asa dalam menghadapi tantangan hidup.
Sesuatu yang kita sukai belum tentu baik
buat kita, begitu pula sesuatu
yang kita benci belum tentu jelek buat kita. Karena kita tidak tahu
sedangkan Allah Maha Tahu atas segala sesuatu.
AlMukarom Kyai Makrus menceritakan, bahwa
dulu ada seorang guru tasawuf, yang sangat disegani oleh para muridnya.
di antara mereka para murid tsb ada yang
menjadi kesayangan kyai/Syekh tersebut.
Hal itu menimbulkan kecemburuan tersendiri
di kalangan para santri lainnya.
Sang kyai atau Syekh akhirnya memanggil
semua muridnya untuk diberi tugas.
Beliau berkata kepada murid-muridnya,
"Wahai murid2ku. Sembelihlah ayam ini, namun jangan
sampai ada siapa pun yang mengetahuinya. Siapa pun ia,"
perintah Syekh.
Setelah kesemuanya menerima ayam dan
sebilah pisau, Semua muridnya lalu dipersilakan untuk mencari tempat sesuka
mereka.
Tanpa pikir panjang dan tunggu lama,
murid-murid itu pun bergegas mencari lokasi yang
tepat, yang tersembunyi, yang menurut mereka tidak akan
terlihat oleh siapa pun. Tak selang beberapa lama, satu per satu para
murid pun kembali dengan membawa ayam yang telah terpotong lehernya.
Sambil berkata congkak bahwa mereka yakin
tak ada siapa pun yang mengetahuinya.
Tetapi, setelah sekian lama, ada salah satu
murid yang tak kunjung kembali.
Ya, ia adalah murid kesayangan guru
tersebut.
Semua temannya heran, mengapa ia begitu
bodohnya mencari lokasi tersembunyi, batin teman-temannya.
Sang guru pun lantas bertanya, "Wahai
kang pondok, mengapa ayammu masih hidup? Bukankah aku
perintahkanmu untuk menyembelihnya?"
"Maaf Kyai, bukannya saya
hendak melawan perintah Jenengan. Namun, saya benar-benar
tak bisa menyembelih ayam ini tanpa diketahui siapa pun.
Bagaimanpun juga, saya tidak bisa mengingkari hati nurani saya bahwa di mana pun saya berada, Allah akan tetap melihat apa yang
saya kerjakan," jawab Murid
dengan lugunya.
Sontak, seluruh temannya tertunduk malu. Bagaimana mereka begitu yakin, jika tidak ada
siapa pun yang melihat perlaku mereka. Padahal
sang guru telah mendidik hatinya sedemikian rupa, agar
mereka selalu menancapkan Allah dalam relung sanubari.
Lewat kejadian itu pun, para murid akhirnya
sadar mengapa sang guru begitu sayang terhadap Murid tersebut.
Wallau a'lam
Mari ikuti Kajian Hikam dan Liwetan sambil Tabarukan dengan para Kyai Se Tulungagung.
Ahad Kliwon depan di Pondok La Tahzan, Kyai
Solihin Etan Pasar Gondang ke Selatan Kurang lebih 100 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar