PENDERITAAN MEMPERDALAM PENGERTIAN KITA TENTANG MAKNA HIDUP
Syekh Ibn Ataillah berkata:
إذا فتح لك وجهة من التعرف فلا تبال معها ان قل عملك . فإنه ما فتحها لك
إلا وهو يريد أن يتعرف إليك. أىم تعلم إن التعرف هو مورده عليك ، والأعمال
أنت مهديها إليه ؟ و اين ما تهديه إليه مما هو مورده عليك ؟
Idza
fataha laka wijhatan min al-ta’arrufi fala tubali ma’aha in qalla
‘amaluka. Fi innahu ma fatahaha laka illa wahuwa yuridu an yata’arrafa
ilaika. Alam ta’lam anna al-ta’arrufa huwa muriduhu ‘alaika, wa
al-a’malu anta muhdiha ilaihi? Wa aina ma tuhdihi ilaihi min-ma huwa
muriduhu ‘alika?
Terjemahannya:
“Jika Dia (Tuhan Yang Maha
Benar) ingin membuka diri (melalui penderitaan yang menimpamu) untuk
engkau kenal, maka (bergembiralah, bersuka citalah; dan) jangan bersedih
hanya gara-gara amal dan pekerjaanmu yang berkurang (karena penderitaan
itu).
Sebab, Dia tak akan membuka diri seperti itu kecuali
memang agar engkau bisa mengenalNya lebih dekat. Apakah engkau tidak
tahu bahwa perkenalan itu adalah sesuatu yang Dia anugerahkankan pada
dirimu, sementara amal-amalmu adalah sesuatu yang engkau persembahkan
kepadaNya? Bagaimana mungkin engkau akan membandingkan persembahanmu
dengan anugerahNya?”
Kebijaksanaan Sykeh Ibn Ataillah kali ini
akan berbicara mengenai pengalaman penderitaan – sesuatu yang sering
kita alami dalam kehidupan sehari-hari sebagai manusia. Saya akan
mencoba menjelaskan kebijaksanaan yang mendalam ini dengan dua
pengertian. Pengertian awam dan pengertian khusus.
Pengertian
awam. Hal yang tak terhindarkan dalam hidup manusia adalah penderitaan
fisik, entah berupa penyakit, kemiskinan, atau penderitaan-penderitaan
lain yang membuat kita tidak nyaman. Pengalaman ini kerap membuat
seseorang merasa putus harapan, atau bahkan menyalahkan dan mengutuk
Tuhan.
Apalagi jika penderitaan itu mencapai level yang ekstrim.
Dalam bagian yang lalu, kita diajarkan untuk bersikap positif manakala
doa dan permintaan kita tak segera dikabulkan Tuhan. Menghadapi situasi
semacam itu, kita diharuskan berbaik sangka. Barangkali Tuhan punya
rencana lain.
Bagian ini masih merupakan kelanjutan dari bagian
sebelumnya. Jika bagian sebelumnya berbicara mengenai permintaan dan
doa, bab ini berbicara mengenai cobaan yang kadang kita derita dalam
hidup.
Sebagai orang beriman, kita diajak oleh Ibn Ataillah agar
bersikap sama menghadapi cobaan ini. Yaitu berbaik sangka. Menurut Ibn
Ataillah, cobaan dan penderitaan dalam hidup adalah cara Tuhan ingin
mengenalkan diriNya kepada kita. Penderitaan adalah sarana Tuhan mau
menjadikan diriNya lebih dekat kepada kita.
Sakit, kemiskinan,
penderitaan adalah “wijhat min al-ta’arruf”, cara Tuhan menyingkap diri
agar kita kenali secara lebih dekat lagi.
Bagaimana ini bisa dijelaskan?
Jika kehidupan kita berjalan mulus saja seperti berkendara di jalan tol
yang bebas hambatan, tak ada gangguan, tak ada soal, tak ada tantangan –
maka kehidupan seperti itu memang tampak menyenangkan. Tetapi benarkah
kehidupan yang tanpa gelombang dan ombak layak kita jalani? Bukankah
kehidupan seperti itu malah membosankan karena tak mengenal petualangan?
Kita bisa menikmati hidup justru karena ada gelombang cobaan yang
berhasil kita atasi. Saat kita berhasil mengatasi sebuah masalah, kita
merasa bahwa plong, lega. Kita merasa diri kita secara kejiwaan makin
matang, makin dewasa, makin bijaksana. Jadi, penderitaan, jika disikapi
secara positif, membuat pengertian dan pemahaman kita tentang makna
hidup lebih dalam.
Jika engkau tahu makna hidupmu, maka artinya
engkau makin dekat dengan Tuhanmu. Sebab, para sufi mengatakan, man
‘arafa nafsahu fa qad ‘arafa rabbahu. Barangsiapa tahu siapa jati
dirinya, siapa “the real self”-nya, maka dia telah mengenali Tuhan.
Siapa yang tak tahu jati dirinya, tak memahami tujuan hidupnya, ia sama
saja tak kenal Tuhan.
Penderitaan kerap membuat kita makin matang
secara kejiwaan; membuat kita makin dekat dengan Tuhan. Jadi,
penderitaan adalah uluran tangan dari Tuhan untuk berkenalan dengan Dia.
Sambutlah uluran tangan itu dengan penuh suka-cita. Jangan mengeluh dan
sedih saat menderita. Itulah jalan menuju kematangan jiwamu. Itulah
jalan engkau mengenali sumber hidupmu.
Pengertian khusus/mistik.
Penderitaan memang tampak di permukaan seperti cerminan dari sifat
keperkasaan Tuhan. Tuhan dengan sifat Jalal atau keagungan dan
keperkasaanNya, menampakkan diri dalam bentuk kesakitan dan cobaan yang
diderita oleh manusia.
Tetapi, jika kita hayati lebih dalam,
cobaan bukan saja mencerminkan sifat Jalal Tuhan, tetapi juga sifat
Jamal atau keindahanNya. Kata Syekh Ibn ‘Ajibah, cobaan manusia (disebut
al-ta’arrufat al-qahriyyah), “zahiruha jalalun wa batinuha jamalun”.
Cobaan kelihatannya menakutkan kita, tetapi sejatinya ia cerminan dari
keindahan Tuhan.
Para sufi melihat penderitaan sebagai pengalaman
tentang keindahan Tuhan. Saat kita sakit, kita mengalami keindahan
Tuhan karena dengan sakit itu kita bisa makin intens dan mendalam
hubungan kita dengan Tuhan. Saat kita sakit, hubungan cinta kita dengan
Tuhan makin diperkuat.
Karena itu, jangan mengeluh karena sakit,
misalnya, telah membuatmu kehilangan kesempatan untuk melaksanakan
ibadah fisik. Misalnya, saat sakit kita tak mampu melaksanakan
sembahyang atau puasa seperti biasa. Jika anda sakit, jangan merasa
“ngenes”, “nelangsa” atau sedih karena kehilangan salat dan puasa. Sebab
nilai sakit yang dicobakan Tuhan kepadamu lebih tinggi daripada ibadah
fisik.
Bagaimana bisa demikian? Ibn Ataillah memberikan
penjelasan yang sangat menarik. Saat engkau sakit, Tuhanlah yang
pro-aktif mendekatimu, mengenalmu. Saat engkau beribadah (seperti salat
dan puasa), engkau lah yang pro-aktif pe-de-ka-te (istilah anak muda
sekarang) terhadap Tuhan.
Mana yang lebih baik? Tuhan yang
pro-aktif mendekati kamu? Ataukah kamu yang pro-aktif mendekati Tuhan?
Tentu yang pertama yang jauh lebih berkualitas. Karena itu, sambutlah
penderitaan dengan sikap optimisme, kegembiraan, sebab Tuhan sedang
mendekatimu, sedang ingin mengenalmu.
Apa pelajaran yang bisa
kita ambil dari ajaran Syekh Ibn Ataillah ini? Saya terus terang kagum
dengan tafsir penderitaan semacam ini. Inilah salah satu keindahan dunia
sufi. Dunia sufi mampu memberikan tafsiran yang sangat optimistik
terhadap momen-momen yang menyakitkan dalam hidupan manusia seperti
sakit dan kemiskinan. Penderitaan tak harus dikutuk dan disesali.
Penderitaan dihayati dan dimaknai sebagai sarana yang mendekatkan kita
pada Tuhan.
Jadi, terserah pada anda. Anda mau menghayati sakit
dengan sikap negatif, mengeluh, memprotes, tetapi toh tak mengubah
keadaan juga? Ataukah anda mau bersikap yang justru secara radikal
berbeda: sakit adalah pengalaman indah yang membuat kita lebih memahami
makna dan tujuan hidup....
KESIMPULAN NGAJI HIKAM #8
1. Mutiara Hikam yang ke-8 malam ini
bisa kita sebut sebagai "filosofi penderitaan". Bagaimana jika kita
mendapatkan cobaan berupa penderitaan dalam hidup ini? Semua orang,
dalam hidupnya masing-masing, tentu pernah mengalami penderitaan, besar
atau kecil, ringan atau akut, sebentar atau lama. Tergantung.
Karena penderitaan merupakan fakta hidup yang tak terhindarkan, maka
ajaran tentang penderitaan sangat penting. Ajaran tentang penderitaan
mengajari kita agar kita menyikapinya
dengan tepat dan benar, agar kita tak menderita dua kali.
Sekurang-kurangnya, jika kita menyikap penderitaan secara tepat, kita
hanya menderita sekali saja.
2. Apa makna penderitaan? Ibn Ataillah mengajarkan: Penderitaan adalah
cara Tuhan mau mengenalkan diri (ta'arruf) lebih dekat kepada kita.
Penderitaan adalah sarana menuju pndewasaan mental dan spiritual. Sama
dengan ujian yang membuat kita naik kelas.
Kehidupan yang mulus-mulus saja, nir-penderitaan (kalau memang ada) sudah pasti kehidupan yang membosankan dan kosong makna.
Karena itu, sambutlah penderitaan dengan perasaan gembira dan sikap yang positif.
Tetapi ini jangan dimaknai bahwa kita lebih baik menderita terus, tanpa
berusaha untuk mencara solusi dan jalan keluar dari sana. Bukan itu
yang dimaksudkan. Kita tetap diwajibkan mencari jalan keluar dari
penderitaan kita. Jalan keluar itu justru dimudahkan jika kita bersikap
positif terhadap sakit yang sedang kita derita.
Mari kita berdoa
agar semua yang sedang dan menderita malam ini diringankan, dilekaskan
kesembuhannya, dimudahkan jalan ikhtiarnya untuk mencari jalan keluar
dari sana, dan diberikan kemampuan menghayati penderitaan sebagai jalan
pendewasaan, jalan mengenal Tuhan secara lebih dekat.
Amin.
Selamat merayakan Hari Idul Adha. Sampai ketemu besok malam di Ngaji
Hikam #9 dengan tema baru yang tak kalah menarik dengan tema malam ini.
Mari kita tutup Ngaji Hikam malam ini dengan hamdalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar