Bismillah...
---------------------
SUMELEHLAH, JANGAN KEMRUNGSUNG!
Syekh Ibn Ataillah berkata:
أرِحْ نَفْسَكَ من التَّدْبِير ، فَمَا قَامَ بِه غَيْرُك عَنْك لا تَقُومُ بِه أنْتَ لِنَفْسِك .
Arih nafsaka min al-tadbir. Fa-ma qama bihi ghairuka ‘anka la taqum bihi anta li-nafsika.
Terjemahannya: Buatlah dirimu santai dan istirahat, tak dirisaukan oleh
urusan tadbir (bekerja/berusaha). Sebab apa yang sudah dikerjakan oleh
orang lain, tak ada gunanya engkau mengerjakannya sendiri untuk dirimu.
Ungkapan Ibn Ataillah mengandung kebijaksanaan hidup yang luar biasa
dan mendalam, tetapi juga bisa disalah-pahami. Kita bisa memahami
ungkapan ini dengan cara awam dan cara khusus.
Pengertian awam. Dalam bagian ini, kita berhadapan dengan masalah tadbir.
Tadbir adalah lawan dari tajrid. Jika tajrid artinya membuat diri Anda
sepenuhnya mengabdi untuk kehidupan kontemplatif, beribadah kepada
Tuhan, maka tadbir adalah kehidupan yang penuh dengan kerja kerja, dan
kerja. Tadbir adalah Anda berusaha dengan mengikuti hukum sebab-akibat.
Apa yang diungkapkan oleh Ibn Ataillah di sini semacam nasihat untuk
orang-orang yang masuk dalam kategori manusia-sebab; manusia yang
bekerja dengan menuruti hukum sebab akibat; manusia yang melakukan
ikhtiar untuk melakukan perubahan dalam dunia ini.
Mayoritas
manusia ada pada maqam ini. Nasihat Ibn Ataillah: Ketika Anda sibuk
melakukan usaha, bekerja keras untuk meraih atau mengubah sesuatu, maka
sekali-kali Anda perlu istirahat sebentar. Buatlah semacam jeda untuk
dirimu sendiri. Semacam “sabbatical leave”. Ada saat-saat tertentu
seseorang perlu melupakan segala pekerjaan dan memberikan istirahat
kepada jiwa dan pikirannya.
Pada saat Anda berada dalam “pause
mode” atau istirahat semacam itu, jangan berpikir apapun. Lupakan segala
bentuk tadbir atau usaha. Sebab, jika seluruh hidup Anda dihabiskan
untuk memikirkan urusan tadbir, Anda bisa mengalami stres dan tekanan
batin.
Sesekali, di tengah-tengah kesibukan usaha Anda, “arih
nafsaka” – buatlah dirimu santai, rileks. Pada momen istirahat seperti
itu, filosofi yang harus Anda pegang adalah berikut ini: fa-ma qama bihi
ghairuka ‘anka la taqum bihi anta li-nafsika.
Anda tak bisa
menyelesaikan segala soal dalam hidup ini sendirian. Kerapkali masalah
dalam kehidupan ini, baik personal atau sosial, sangat kompleks. Satu
orang saja, sendirian, tak akan bisa memecahkannya. Pemecahan harus
dilakukan secara gotong-royong. Jika Anda tak bisa melakukan sesuatu
untuk mengubah keadaan, maka katakan pada diri Anda: Barangkali ada
orang lain yang lebih kompeten dari saya, dan bisa memecahkan masalah
ini.
Jangan sekali-kali Anda merasa bahwa Anda bisa mmemborong
sendirian seluruh pemecahan masalah tanpa melibatkan orang lain,
sehingga akhirnya Anda sendiri kerepotan dan mengalami tekanan mental.
Ringankan diri Anda. Katakan pada diri Anda bahwa apa yang bisa
dikerjakan oleh orang lain dengan lebih baik, serahkan saja pada mereka.
Belum tentu Anda, bila “ngotot” mengerjakannya sendiri, akan bisa
melakukannya lebih baik.
Pengertian khusus/mistik. Di kalangan
kaum sufi, dikenal tiga jenis tadbir atau usaha. Ada tadbir yang tercela
(madzmum), yang diharuskan (mathlub), dan yang dibolehkan (mubah).
Tadbir yang tercela adalah usaha yang disertai dengan sikap ngoyo,
ngotot, dan kadang-kadang malah “nggege mangsa”, mendahului waktunya.
Ini adalah tadbir yang dibarengi dengan sikap kemrungsung, ingin segera
melihat hasil. Sikap semacam ini hanya membuat Anda berada dalam tekanan
mental. Sama sekali tidak sehat. Selain kurang sopan atau adab terhadap
Tuhan.
Ahmad ibn Masruq (w. 910 M), seorang tokoh sufi Baghdad,
berkata: man taraka al-tadbir fa-huwa fi rahah. Barangsiapa meninggalkan
tadbir, usaha, dia akan tenang, tidak mengalami tekanan. Yang dimaksud
dengan tadbir yang harus ditinggalkan ini tentunya adalah tadbir yang
dibarengi dengan sikap kemrungung semacam itu, sehingga menimbulkan
tekanan batin.
Tadbir yang diperinthakan (matlub) ialah usaha
yang berkaitan dengan kewajiban kita sebagai hamba Tuhan. Kita,
misalnya, wajib terlibat dalam tadbir atau usaha untuk melakukan
perintah-perintah Tuhan, seperti ibadah wajib. Tadbir semacam ini tak
bisa dihindarkan.
Adapun tadbir yang diperbolehkan adalah tadbir
dalam bidang duniawi. Anda butuh menafkahi keluarga Anda, dan karena itu
harus melakukan usaha/ikhtiar. Itulah tadbir yang di-mubahkan,
diperbolehkan.
Apa pelajaran dari kebijaksanaan Ibn Ataillah ini?
Ini mengajarkan kepada kita suatu sikap yang oleh orang Jawa disebut
dengan “sumeleh”. Sumeleh berasal dari kata “seleh” yang artinya
“meletakkan”. Pada saat disibukkan dengan tadbir/usaha yang membuat diri
Anda mengalami tekanan batin, Anda kadang perlu “sumeleh”: meletakkan
beban dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.
Sikap sumeleh ini
bisa dianggap fatalistik, menyerah pada “fatum”, nasib. Padahal tidak.
Sikap membuang jauh-jauh tadbir, sumeleh, hanyalah cara kita menyehatkan
diri dengan mengistirahatkan jiwa kita dari beban-beban mental yang
kurang perlu. Ini adalah semacam cara kita me-manage mental kita saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar