Bismillahi-rrahmani-rrahim...
USAHA PENTING, TETAPI BUKAN SEGALA-GALANYA
Syekh Ibn Atailllah berkata: Min ‘alamat al-i’timad ‘ala al-‘amal, nuqshan al-raja’ ‘inda wujud al-zalal.
Terjemahan: Tanda seseorang bergantung pada amal dan karyanya adalah
bahwa dia akan cenderung pesimis, kurang harapan manakala dia mengalami
kegagalan atau terpeleset.
Ini kebijaksanaan yang mendalam. Bisa
dipahami dalam pengertian “khusus” menurut para ahli mistik/tasawwuf.
Atau dipahami secara awam.
Pengertian awam. Saya akan mulai
dengan pemahaman yang awam dulu. Pemahaman orang-orang biasa.
Seorang
yang beriman seharusnya memiliki kesadaran bahwa ia bisa mencapai
sesuatu bukan semata-mata karena pekerjaannya.
Kita berusaha,
lalu berhasil. Kita bekerja, lalu sukses. Kita berdagang, lalu untung.
Kita belajar, lalu menjadi orang pintar. Dan seterusnya. Semua hasil itu
jangan semata-mata kita pandang sebagai melulu berkat usaha dan
pekerjaan kita.
Kita harus menyisakan sedikit “ruang” bahwa
keberhasilan kita ini jangan-jangan tidak seluruhnya karena faktor usaha
kita, tetapi juga karena ada fakor X yang kita tidak tahu. Kehidupan
manusia adalah sangat kompleks. Kita tidak bisa mengontrol seluruh
faktor yang berpengaruh dalam tindakan sosial kita.
Ada
faktor-faktor yang luput dari perhitungan dan kontrol kita. Faktor ini
bisa membuat usaha kita sukses, bisa juga membuatnya gagal. Sebagai
seorang beriman, kita percaya bahwa hanya Tuhan yang berkuasa atas
faktor-faktor “misterius” semacam ini. Kalau Anda ateispun, Anda tetap
bisa memahami logic di balik kata-kata bijak Ibn Ataillah ini.
Manfaat dari sikap semacam ini adalah: Anda tidak langsung pesimis dan
putus asa saat gagal mencapai suatu hasil. Jika Anda berpikir bahwa
usaha Anda adalah satu-satunya faktor penentu, saat Anda gagal, Anda
boleh jadi akan “ngenes” dan sedih: Saya sudah bekerja keras, kenapa
tetap gagal?
Ajaran ini mau memberi tahu kita agar kita rendah hati.
Pengertian khusus/mistik. Ada tiga jenis pekerjaan atau amal: amal syariat, amal thariqat, dan amal haqiqat.
Amal syariat adalah ketika Anda menyembah Tuhan sesuai dengan peraturan
dan hukum agama. Amal thariqat adalah kesadaran bahwa saat Anda
menyembah Tuhan, Anda tidak sekedar menyembah. Melainkan Anda sedang “on
the journey”, sedang dalam petualangan dan perjalanan menuju Tuhan.
Amal haqiqat adalah pengalaman spiritual yang disebut dengan “syuhud”
atau “vision”.
Apa itu syuhud? Yakni: pengalaman mistik/spiritual
yang hanya bisa dialami oleh seseorang yang sungguh-sungguh menjalani
dua amal sebelumnya. Dalam pengalaman itu, Anda merasa seolah-olah
berjumpa, menyaksikan (vision) Tuhan. Tentu bukan penyaksian dengan
indera lahir. Melainkan dengan indera batin.
Jangan sekali-kali
Anda mengira bahwa amal syariat dan thariqat bisa langsung, secara
otomatis, membawa Anda kepada pengalaman haqiqat. Amal syariat dan
thariqat adalah jalan atau wasilah menuju ke sana. Anda harus melalui
jalan itu. Tetapi Anda sampai ke puncak haqiqat atau tidak, itu bukan
sepenuhnya ditentukan oleh usaha kita sendiri, melainkan karena
kemurahan (fadl) Tuhan.
Seorang yang bijak pernah berkata: Ketika
seseorang telah sampai pada hakikat Islam, dia tak mampu berhenti
berusaha/ beramal baik. Ketika seseorang memahami hakikat iman, dia tak
akan mampu beramal/bekerja tanpa disertai Tuhan. Ketika seseorang sampai
kepada hakikat ihsan (kebaikan), dia tak mampu berpaling kepada selain
Tuhan.
Apa pelajaran yang dapat kita peroleh dari kebijaksanaan Ibn Ataillah ini?
Pertama, kita diajarkan agar tidak merasa paling alim sendiri, saleh
sendiri, Islami sendiri, karena amalan kita. Sombong dan tinggi hati
bukanlah perangai orang beriman.
Kedua, kita juga diajarkan
untuk rendah hati, jangan merasa sok bahwa usaha kita menentukan
segala-galanya. Sebab perasaan sombong semacam itulah yang akan
menjerembabkan kita kepada perasaan mudah putus asa, patah hati,
pesimis.
Orang beriman harus optimis terus, tak peduli keadaan apapun yang sedang mengerubuti kita!
Kesimpulan Ngaji Hikam malam ini:
1. Banyak hal dan variabel
dalam hidup ini yang di luar kontrol kita. Kita punya pilihan bebas
untuk melakukan sesuatu, tetapi ada hal-hal di luar sana yang
mempengaruhi pekerjaan dan pilihan kita, tetapi tak bisa kita
kendalikan. Hanya Tuhan lah yang bisa mengendalikan itu semua. Karena
itu, kita perlu mempunyai sikap "berserah diri" kepada Tuhan.
2. Jangan menganggap bahwa pekerjaan dan amal kita menentukan
segala-galanya. Ibadah kita sekalipun tak menjamin keselamatan kita,
menjamin kita masuk sorga. Hanya kemurahan Tuhan lah yang akan menjamin.
3. Ajaran Ibn Ataillah yang pertama ini hendak mengajari kita "the
ethics of humility", etika rendah hati. Seorang beriman tak boleh
menyombongkan amalnya, pekerjaan baiknya. Seorang beriman harus rendah
hati. Kerendah-hatian inilah yang membuat kita sehat secara mental.
Sekian, sampai ketemu lagi besok malam dalam NGAJI HIKAM #2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar