Khutbah Hari Raya Idul Fithri
Menjadi Mukmin yang Muttaqin Menuju
Fithrah
Diolah
oleh Yusuf Suharto
السلام عليكم ورحمة الله وبـــركاته
x٩ الله
أكـبر
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثـــيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا.
لا إله إلا الله هو الله أكبر, الله أكبر ولله الحمـــد.
لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره
الكافرون. لا إلا الله وحــده صدق وعده ونصر عبده وأعد جنـده وهزم الأحزاب وحده.
الحمد لله الذى جعل
شهر رمضان شهر العبادة, وشهر البركة, وشهر الرحمة, وشهر المغفرة, وشهر عتق من
النار. وذلك من فضل ورحمة الله الملك الحق المبين.
وأشهـد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله الصادق الوعد الأمين. اللهم
صل وسلم وبارك عليه وعلى آله وأصحابه الكرام وسلم تسليما كثيرا. أما بعـــد:
فيا عباد الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله وطاعته فقد فاز
المتقون.
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah
Alhamdulillah,dengan takbir dan tahmid, umat Islam sedunia akhirnya mengumandangkan kebesara asma Allah
karena limpahan karunianya yang sangat besar. Allah telah menghantarkan kita kepada satu hari yang sangat mulia ini: “Idul
Fithri”, hari kembalinya jiwa-jiwa manusia yang bertakwa kepada
fitrahnya semula. Satu hari di mana dosa-dosa kita diampuni oleh Allah,
sehingga jiwa kita kembali “bersih”, putih laksana kertas yang belum ternoda
apapun.
Syukur Alhamdulillah, ternyata kita hari ini benar-benar merasakan
kebenaran sabda Rasulullah Muhammad
shallallah ‘alaih wasallam:
للصائم فرحتان يفرحهما:إذا أفطر فـرح
بفطره, وإذا لقـى ربه فـرح بصومـه
“Orang
yang berpuasa memiliki dua bentuk kebahagiaan: Pertama, dia merasa bahagia
ketika dia berbuka. Dan kedua, dia bahagia ketika (nanti) bertemu dengan
Allah, dan berbangga dengan puasanya.” (HR. al-Bukhari & Muslim, dari Abu
Hurairah)
Alhamdulillah, hari ini kita
berbahagia, karena kita telah berfitrah: berbuka puasa setelah sebulan penuh
mencoba melatih diri kita untuk menjadi hamba Allah yang bertakwa (la‘allakum
tattaqun). Dan hari ini kita dianjurkan untuk merayakan kebahagiaan ini
dengan hari yang fitri: suci dan bersih. Karena Allah telah menghalalkan
apa-apa yang dilarang-Nya di bulan Ramadan.
Selain itu, kebahagiaan ini merupakan ajaran agama Islam. dimana seorang yang
berpuasa bangga dan bahagia karena dia diberi rahmat dan taufiq oleh Allah
untuk melaksanakan kewajibannya karena Allah.
Mudah-mudahan, kebahagiaan ini tidak membuat kita lalai,
bahwa sebelas bulan yang akan datang tantangan
dan rintangan begitu banyak dan beragam. Bekal Ramadhān yang barusan telah lewat semoga mewarnai dalam hidup dan kehidupan kita pada 11 bulan yang akan datang.
Insya Allah, perjalanan panjang itu akan kita mulai hari ini.
Ma‘asyiral
Muslimin Jama‘ah Shalat ‘Idul Fitri yang Berbahagia
Hari
ini, prestasi Ramadhan mulai diuji. Apakah benar kita sukses dalam ‘Madrasah
Ramadhān’ yang sebulan itu? Atau justru kita malah ‘tidak lulus’ alias “gagal
total” di dalamnya? Pertanyaan ini penting untuk dijawab dengan jujur dan penuh
kerendahan qalbu.
Jangan pernah ada niat dalam hati kita, bahwa eksistensi pahala hanya ada di
bulan Ramadhan. Jangan pernah pula terpikir di benak kita bahwa usai Ramadhan
semuanya “bubar” tak berbekas. Jangan ada yang mengira bahwa selesai Ramadhān
selesai pula shalat berjama’ah di masjid.
Ramadhan begitu mulia dan berharga buat kita. Maka sangat
mengecewakan dan menyedihkan jika nilai-nilai pendidikan di dalamnya hilang
begitu saja setelah Syawwāl hadir menggantikannya. Karena Ramadhan adalah ‘musim
semi’nya orang-orang yang bertakwa dan “pasar” tempat orang-orang saleh
berdagang dan berniaga. Dan seorang pedagang yang baik adalah: yang
meningkatkan semangatnya ketika musim dagangannya
tiba, dan tidak menutup tokonya ketika musim itu pergi.
Ramadhan adalah bulan di mana Allah telah menetapkan
kewajiban berpuasa bagi kita seperti pula diwajibkan bagi orang-orang yang
sebelum kita, dengan tujuan agar kita bertaqwa. Allah berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (QS. Al
Baqarah: 183)
Jika kita renungkan,
ayat ini mengandung sekian banyak pelajaran berharga berkaitan dengan ibadah
puasa. Mari kita urai hikmah yang mendalam dibalik ayat yang mulia ini.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
“Wahai
orang-orang yang beriman”
Imam Ibnu Jarir Ath Thabari menyatakan bahwa maksud ayat ini
adalah : “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian membenarkan
dan mengikrarkan keimanan pada Allah dan Rasul-Nya”.
Dari ayat ini kita melihat dengan jelas adanya kaitan antara
puasa dengan keimanan seseorang. Allah Ta’ala memerintahkan
puasa kepada orang-orang yang memiliki iman, dengan demikian Allah Ta’ala pun
hanya menerima puasa dari jiwa-jiwa yang terdapat iman di dalamnya. Dan puasa
juga merupakan tanda kesempurnaan keimanan seseorang.
Dengan demikian tidak dapat dibenarkan orang yang mengaku
beriman namun enggan melaksanakan shalat, enggan membayar zakat, dan
amalan-amalan lahiriah lainnya. Oleh karena itu pula, puasa sebagai
amalan lahiriah merupakan konsekuensi iman. Kemudian Allah berfirman
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
“Sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian”
Imam Al-Alusi dalam tafsirnya menjelaskan: “Yang dimaksud
dengan ‘orang-orang sebelum kalian’ adalah para Nabi sejak
masa Nabi Adam ‘Alaihissalam sampai sekarang, sebagaimana
keumuman yang ditunjukkan dengan adanya isim maushul.
Ayat ini menunjukkan adanya penekanan hukum, penambah
semangat, serta melegakan hati obyek perintah yaitu manusia yang diajak bicara.
Karena suatu perkara yang sulit itu yang dalam hal ini adalah puasa jika sudah
menjadi hal yang umum dilakukan orang banyak, akan menjadi hal yang biasa saja.
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Agar
kalian bertaqwa”
Kata la’alla dalam Al-Qur’an memiliki
beberapa makna, diantaranya ta’lil (alasan) dan tarajji
‘indal mukhathab (harapan dari sisi orang diajak bicara). Dengan
makna ta’lil, dapat kita artikan bahwa alasan diwajibkannya puasa
adalah agar orang yang berpuasa mencapai derajat taqwa. Dengan makna tarajji,
dapat kita artikan bahwa orang yang berpuasa berharap dengan perantaraan
puasanya ia dapat menjadi orang yang bertaqwa.
Imam Al-Baghawi memperluas tafsiran tersebut dengan
penjelasannya: “Maksudnya, mudah-mudahan kalian bertaqwa karena sebab puasa.
Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu
dan mengalahkan syahwat. Sebagian ahli tafsir juga menyatakan, maksudnya: agar
kalian waspada terhadap syahwat yang muncul dari makanan, minuman dan bersebadan”.
Jama’ah
Idul Fithri Rahimakumullah
Dalam bahasa Arab, Taqwa berasal dari kata kerja ittaqa-yattaqi,
yang artinya berhati-hati, waspada, takut. Bertaqwa dari maksiat maksudnya
waspada dan takut terjerumus dalam maksiat. Secara istilah, definisi taqwa yang
terindah salah satunya sebagaimana diungkapkan oleh Thalq Bin Habib Al’Anazi:
العَمَلُ بِطَاعَةِ اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، رَجَاءَ
ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكِ مَعَاصِي اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، مَخَافَةَ
عَذَابِ اللهِ
“Taqwa
adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharap
ampunan Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil), dan takut
terhadap adzab Allah”.
Demikianlah sifat orang yang
bertaqwa. Orang yang bertaqwa dalam beribadah, bermuamalah, bergaul,
mengerjakan kebaikan karena melandasi dirinya dengan dalil yang menjanjikan
ganjaran dari Allah Ta’ala, bukan karena motivasi atau orientasi
duniawi. Demikian juga orang bertaqwa senantiasa takut mengerjakan hal yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, karena ia teringat dalil yang mengancam
dengan adzab yang mengerikan. Dari sini kita tahu bahwa ketaqwaan tidak mungkin
tercapai tanpa memiliki cahaya Allah, yaitu ilmu terhadap dalil Al Qur’an dan
sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Jika seseorang memenuhi
kriteria ini, layaklah ia menjadi hamba yang mulia di sisinya:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya
yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara
kalian” (QS. Al Hujurat: 13)
Menjadi jelas
kemudian bahwa bahwa takwa merupakan intisari dari iman, iman tidak hanya
percaya, tetapi meyakini dan melaksanakan apa yang kita percayai. Takwa
bagaikan mutiara yang akan indah setelah melalui proses yang panjang dan
berkesinambungan. Salah satu proses yang menjadikan seseorang bertakwa adalah
melalui puasa Ramadan seperti yang
tertera dalam ayat di atas.
Puasa Ramadan
merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang beriman yang sudah baligh setiap
tahunnya yang akan memberikan ciri khusus bagi mereka yang melaksanakannya.
Salah satu cirinya adalah selalu ingin menjadi lebih baik, lebih saleh dari
hari ke hari. Tetapi tidak semua yang melaksanakan puasa akan mendapat predikat
bertakwa, manakala puasanya banyak dihiasi dengan hal yang mengurangi nilai
puasa tersebut. Puasa Ramadan bagaikan diklat atau pelatihan satu bulan penuh
untuk menahan segala hal yang negatif yang dilarang Allah Ta’ala untuk
dimanifestasikan dan direfleksikan pada sebelas bulan selanjutnya.
Predikat
takwa akan terlihat setelah berakhirnya bulan Ramadan, manakala di bulan ramadaan ini kita
melaksanakan qiyamullail, tadarrus al-Quran, tarawih witir, sedekah,
menghindari ghibah, fitnah dan hal hal lain yang akan mengurangi nilai-nilai
ketakwaan kita sebagai seorang yang beriman.
Seorang yang
bertakwa akan selalu menjaga kualitas ketakwaannya kepada Allah melaluli
pelatihan rohani dan jasmani di bulan suci ini. Seseorang yang bertakwa akan
merasa rindu pada kedatangan kembali bulan suci Ramadan dan merasa gembira
bertemunya bulan Ramadan. Rasulullah sangat menanti nantikan kedatangan bulan
Ramadan dan menangisi kepergiannya. Hal ini tentunya dengan alasan bahwa di
bulan Ramadan Allah melimpahkan rahmatnya kepada mereka yang benar-benar
melaksanakan puasa
Semoga puasa kita dapat menjadi saksi di hadapan Allah
tentang keimanan kita kepada-Nya. Dan semoga puasa kita mengantarkan kita menuju
derajat taqwa, menjadi hamba yang mulia di sisi Allah Ta’ala.
Jama’ah
idul Fithri yang dirahmati Allah
Merayakan Idul fitri artinya kembali kepada kesucian dan
fitrah, sebab kita telah beribadah di bulan Ramadhan khususnya berpuasa dan
puasa itu berfungsi mengampuni dosa-dosa yang telah lewat di samping dalam
Ramadan itu kita mengerjakan ibadah-ibadah lainnya, baik yang wajib seperti
shalat, zakat (zakat Fitrah) serta ibadah-ibadah sunnat seperti tadarrus,
Tarawih, Qiyam Lail, silaturahim yang sangat tinggi nilainya di bulan Ramadhan.
Dengan ibadah puasa seorang mukmin telah mendapat tiga hal,
atau dua dari tiga hal, atau setidak-tidaknya satu dari tiga hal seperti
berikut ini yaitu:
1. Diampuni Allah Ta’ala dosa-dosa
yang telah lewat.
2. Mendapat kebaikan (pahala) dari
ibadah puasanya dan Allah Ta’ala yang akan memberi balasan.
3. Meraih posisi kedudukan yang
paling mulia disisi Allah Ta’ala sebagai “Muttaqin”
Sedangkan berhari raya artinya merayakan kegembiraan karena
keberhasilan dan kesuksesan, baik itu kesuksesan pribadi atau kesuksesan orang
lain yang dengan menunaikan kewajiban berpuasa dan ibadah–ibadah lainnya, maka
mereka bersyukur dan bergembira.
Sementara ber ”Lebaran” adalah berkesempatan luas (lebar)
untuk bertemu dengan sesama keluarga, sahabat, handai tolan, tetangga maupun
kerabat untuk dapat mengungkapkan dan mengucapkan “Tahniyyah” (greeting/ucapan
selamat) yaitu selamat atas diri orang yang melaksanakan ibadah di bulan
Ramadhan. Maupun memohon mengucapkan kalimat permohonan maaf kepada orang lain,
agar memperoleh keselamatan dunia maupun akhirat dari kesalahan dan dosa yang
diperbuat kepada orang lain.
Kalau salah dan dosa kepada Allah Ta’la, kita dapat memohon
ampun dan taubat langsung kepada-Nya. Demikian pula sebaliknya, maka kesalahan
dan dosa kepada manusia hendaklah kita memohon maaf langsung juga dari orang
yang kita melakukan kekhilafan atau kesalahan maupun dosa kepadanya.
Sebab dengan dimaafkannya kesalahan seseorang oleh orang
yang dia bersalah kepadanya adalah keselamatan dari dosa yang harus dan hanya
dapat dihapus dengan kemaafan dari orang yang bersangkutan.
Dikandung maksud agar kesucian diri yang telah diraih dengan
beribadah (khususnya berpuasa) di bulan Ramadhan dimana diyakini bahwa Allah Ta’ala
mengampuni dosa-dosa yang telah lewat, dapat pula mendorong dan menjadi wadah
untuk membersihkan diri dari salah dan dosa antara sesama manusia dengan saling
memaafkan di bulan yang fitrah tersebut.
Rasulullah
Muhammad shallallahu ‘alaih wasallam bersabda yang artinya;
“Siapa
yang berpuasa di bulan suci Ramadhan dengan Iman dan Ikhlas karena Allah Ta’ala
maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” ( Al-Hadis).
Usai berpuasa
sebulan pada Ramadhan. Orang-orang mukmin memasuki episode kehidupan baru.
Kehidupan yang penuh dengan makna dan arti. Nilai-nilai luhur mendasari
kehidupannya yang tertanam dalam hati. Nilai-nilai yang bersumber dari Islam
sebagai muttaqien. Kehidupan yang bersih dari bentuk-bentuk kotoran dunia.
Kehidupan yang tidak lagi mau berkolaborasi dengan hal-hal yang dapat
menjerumuskan manusia ke dalam bentuk kekejian. Kehidupan yang tidak lagi dilumuri
dengan dosa. Inilah makna kembali kepada fitrah.
Idul Fithri juga
bermakna kembali kepada fithrah, kembali kepada kesucian diri. Sebagai mukmin
yang muttaqin, kembali fithrah berarti
secara jujur kita melepaskan segala sikap ketergantungan, keterikatan dan sikap
memperhamba diri kepada kepuasan dunia.
Perwujudan
dari kesucian fithrah akan menumbuhkan sifat-sifat kemanusiaan yang tinggi.
Kembali ke fithrah berarti kembali dari sikap kekikiran kepada dermawan, dari
kufur kepada syukur, dari tinggi hati menjadi rendah hati, dari pendendam
menjadi pemurah dan pemaaf, dari merasa terpaksa menjadi ikhlas, dari pesimis
menjadi optimis, dari malas menjadi semangat, dari takut menjadi pemberani,
dari permusuhan menjadi persahabatan dan dari pertikaian menjadi persatuan.
الله
اكبرالله اكبرالله اكبر ولله الحمد
با
رك الله لنا ولكم بالقرآن العظيم, ونفعنا واياكم بما فيه من الآيات
وذكرالحكيم, وتقبل منا تلاوته, انه هوالبر الرحيم, وقل رب اغفر وارحم, وانت خير
الراحمين
Khutbah Kedua
الله
اكبر- الله اكبر- الله اكبر- الله اكبر- الله اكبر- الله اكبر- الله اكبر.
الله
اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة
واصيلا, لااله الاالله والله اكبر,الله اكبر ولله الحمد.
الحمدلله
المبدئ المعيد, والشكر له سبحانه على نعمه التى بفضله تزيد, واشهد ان لااله
الاالله وحده لاشريك له, القائل فى كتابه المجيد: وان هذا صراطى مستقيما فاتبعوه.
واشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله المبعوث بالدين الحنيف اللهم صل على حبيبنا وقرة
اعيننا محمد وعلى آله وصحبه الكرام. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إجتهدوا
يوم الفطر فى الصدقات واعمال الخير والبر, من الصلاة والزكاة والتسبيح والتهليل,
فإنه اليوم الذى يغفر الله فيه ذنوبكم ويستجيب دعاءكم وينظر اليكم بالرحمة. اما
بعد:
فيآ
ايها المسلمون الكرام اوصيكم ونفسى بتقوالله. وقال الله تعالى فى كتابه الكريم :
اعوذ بالله من الشيطان الرجيم, إن الله وملا ئكته يصلون على النبى يآ ايها الذين
آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما: اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد.
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحيآء منهم والأموات انك
قريب مجيب الدعوات وياقاضى الحاجات
والحمد
لله رب العالمين.
عبادالله
ان الله يأمركم بالعدل والإحسان وإيتآء ذى القرب وينهى عن الفخشآء والمنكر والبغى
يعظكم لعلكم تذكرون, واذكروا الله العظيم واشكروه على نعمه يزدكم ولذكر الله اكبر.
Yanu Prasmanto, Madrasah Diniyah Nabatussalam Bandung Tulungagung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar