Jumat, 17 Juli 2015

Khutbah Idul Fitri 1436 H/2015 M



KHUTBAH IDUL FITRI: Mengurai Makna Fitrah di Tengah Arus Perubahan dan Dinamika Kehidupan
Khodimul Ma’had Nabatussalam Bandung
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْالله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْالله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ  لاَإلَهَ إلاَّ الله ُوَالله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد ، الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ بِنِْعمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلاَ أنْ هَدَانَا الله ُ ، أشْهَدُ أنْ لاَإلَهَ إلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيُ خَصَّنَا بِخَيْرِ كِتَابٍ أُنْزِلَ وَأَكْرَمَنَا بِخَيْرِ نَبِىٍّ أُرْسِلَ وَأَتَمَّ عَلَيْنَا النٍّعْمَةَ بِأَعْظَمِ دِيْنِ شَرْعٍ دِيْنِ اْلإسْلاَمِ ، أليَوْمَ أكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإسْلَمَ دِيْنًا ، وَ أشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَتَرَكَنَا عَلىَ اْلمَحَجَّةِ اْلبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا ، لاَيَزِيْغُ عَنْهَا إلاَّ هَالِكٌ, أللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ الطَّاهِرِيْنِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أمَّا بَعْدُ,
فَيَا عِبَادَ اللهِ ! اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ, وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ, قَالَ الله ُعَزَّ وَجَلَّ : وَلِتُكْمِلُوْا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ :
Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Dimuliakan Allah
Dalam suasana pagi hari yang khidmat berselimut rahmat dan kebahagiaan ini, marilah kita senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala curahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua, sehingga di pagi hari yang cerah ini kita dapat menunaikan sholat ‘dul Fitri dengan khusyu’ dan tertib.
Hari ini, takbir dan tahmid berkumandang di seluruh penjuru dunia, mengagungkan asma Allah SWT. Kumandang takbir dan tahmid itu sesungguhnya adalah wujud kemenangan dan rasa syukur kaum muslimin kepada Allah SWT atas keberhasilannya meraih fitrah (kesucian diri) melalui mujahadah (perjuangan lahir dan batin) dan pelaksanaan amal ibadah selama bulan suci Ramadhan yang baru berlalu. Allah SWT menegaskan :
وَلِتُكْمِلُوْا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu semoga kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. al-Baqoroh : 185)
Islam sesungguhnya telah mengajarkan takbir kepada umatnya, agar ia senantiasa mengagungkan asma Allah SWT kapanpun dan di manapun, saat adzan kita kumandangkan takbir, saat iqamah kita lafalkan takbir, saat membuka shalat kita ucapkan takbir, saat bayi lahir kita perdengarkan kalimat takbir, saat menyembelih hewan kita baca takbir, bahkan saat di medan laga perjuangan, kita juga mengumandangkan suara takbir.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Dalam suasana kemenangan ini, marilah kita menghayati kembali makna kefitrahan kita, baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifatullah fil ardli. Idul Fitri yang dimaknai kembali kepada kesucian ruhani,’ atau ‘kembali ke asal kejadian manusia yang suci, atau ‘kembali ke agama yang benar’, sesungguhnya mengisyaratkan, bahwa setiap orang yang merayakan Idul fitri berarti dia sedang merayakan kesucian ruhaninya, mengurai asal kejadiannya dan menikmati sikap keberagamaan yang benar, keberagamaan yang diridlai Allah swt.
Di sinilah sesungguhnya letak keagungan dan kebesaran hari raya Idul fitri, Hari di mana para hamba Allah merayakan keberhasilannya mengembalikan kesucian diri dari segala dosa dan khilaf melalui pelaksanaan amal shaleh dan ibadah puasa Ramadhan, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR. Imam Muslim).

Namun patut diingat, bahwa dosa atau kekhilafan antar sesama umat manusia, ia baru terampuni apabila mereka saling memaafkan, dan karena itulah, mari kita jadikan momentum Idul Fitri yang suci ini untuk saling meminta dan memberi maaf atas segala kesalahan antar sesama, kita buang perasaan dendam, kita sirnakan keangkuhan dan kita ganti dengan pintu maaf dan senyum sapa yang tulus penuh dengan persaudaraan dan kehangatan silaturrahim antar sesama.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Namun patut diingat, bahwa dosa atau kekhilafan antar sesama umat manusia, ia baru terampuni apabila mereka saling memaafkan, dan karena itulah, mari kita jadikan momentum Idul Fitri yang suci ini untuk saling meminta dan memberi maaf atas segala kesalahan antar sesama, kita buang perasaan dendam, kita sirnakan keangkuhan dan kita ganti dengan pintu maaf dan senyum sapa yang tulus penuh dengan persaudaraan dan kehangatan silaturrahim antar sesama.
Terkait dengan kemuliaan orang yang mampu mensucikan dirinya ini, Allah SWT menggambarkan dalam firman-Nya, Surat Al-Fathir, ayat 18-21 :
وَمَنْ تَزَكَّى فَإنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإلَى اللهِ الْمَصِيْرُ (18) وَمَا يَسْتَوِيْ اْلأَعْمَى وَاْلبَصِيْرُ (19) وَلاَ الظُّلُمَاتُ وَلاَ النُّوْرُ (20) وَلاَ الظِّلُّ وَلاَ اْلحَرُوْرُ (21).

“Barang siapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya dia telah mensucikan diri untuk memperoleh kebahagiaannya sendiri. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembalimu. Bukankah tidak sama orang yang buta dengan orang yang melihat ? Bukankah pula tidak sama gelap-gulita dengan terang-benderang ? Dan bukankah juga tidak sama yang teduh dengan yang panas ?” (QS. al-Fathir : 18-21)
Pada ayat tersebut, Allah SWT membandingkan antara orang yang mampu mensucikan jiwanya dengan yang suka mengotorinya, laksana orang yang melihat dengan orang yang buta, laksana terang dan gelap, laksana teduh dan panas. Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan. Allah seolah hendak menyatakan bahwa manusia yang suci, manusia yang baik, manusia yang menang dan beruntung itu, adalah mereka yang mau dan mampu melihat persoalan lingkungannya secara bijak dan kemudian bersedia menyelesaikannya, mereka yang mampu menjadi lentera di kala gelap, dan menjadi payung berteduh di kala panas. Mereka inilah pemilik agama yang benar, agama yang hanifiyyah wa al-samhah – terbuka, toleran, pemaaf, dan santun. Inilah agama tauhid, agama Nabi Ibrahim dan anak keturunannya : Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, dan Nabi Muhammad saw.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Idul Fitri pada hakikatnya memberikan pesan kepada kita, bahwa syari’at Islam mengajarkan kepada kesucian, keindahan, kebersamaan dan mengarahkan umatnya memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, rukun dalam kebersamaan dan bersama dalam kerukunan. Segala kelebihan yang melekat dalam diri manusia dalam bentuk apapun, hendaknya disadari bahwa selain merupakan nikmat, ia juga sekaligus sebagai amanat.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Oleh karena Fitrah manusia dapat berubah dari waktu ke waktu berubah karena pergaulan, karena pengaruh budaya dan lingkungan, karena latar belakang pendidikan dan karena faktor-faktor lain, maka agar Fitrah itu tetap terpelihara kesuciannya, hendaknya ia selalu mengacu pada pola kehidupan islami yang berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunnah dan teladan para ulama, pola kehidupan yang bersendikan nilai-nilai agama dan akhlak mulia, sehingga darinya diharapkan mampu membangun manusia seutuhnya, insan kamil yang memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu pengetahuan serta tangguh menjawab berbagai peluang dan tantangan kehidupan.
Karena itu, segala kebiasaan baik yang telah kita lakukan di bulan suci Ramadhan, baik ibadah shiyam, qiyamullail, tilawah dan tadabbur Al-Quran, peduli kaum dluafa, mengendalikan amarah dan hawa nafsu, menjaga kejujuran hendaknya tetap kita lestarikan dan bahkan kita tingkatkan sedemikian rupa agar dapat menjadi tradisi yang mulia dalam diri, keluarga dan lingkungan masyarakat kita, sehingga Fitrah yang telah kita raih di hari yang agung ini akan tetap terpelihara hingga ahir kehidupan kita. Marilah kita jadikan spirit ibadah puasa sebagai perisai diri kita dari godaan dan ujian kehidupan di masa-masa mendatang.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Berbahagia
Ibadah shaum pada hakekatnya merupakan suatu proses penempaan dan pencerahan diri, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, menjadi orang yang semakin meningkat ketakwaannya. Melalui ibadah shaum -sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu- kita dilatih untuk mengendalikan diri supaya menjadi manusia yang dapat berprilaku sesuai dengan Fitrah aslinya. Fitrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti ketentuan Allah SWT. Melalui proses pencerahan yang terkandung dalam ibadah shaum diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang di mana pun kehadirannya, terutama dalam masyarakat yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama.
Risalah Islam sesungguhnya bukan hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja, tetapi ajarannya juga syarat dengan nilai-nilai yang bersifat universal. Seperti ajaran yang menekankan pentingnya setiap muslim agar mau dan mampu memberi manfaat kepada sesama. Dalam pandangan Islam, salah satu indikator kualitas kepribadian seseorang adalah seberapa besar kehadirannya mampu memberi manfaat kepada sesama, atau dalam bahasa lain semakin besar kemampuan seseorang memberikan manfaat kepada orang lain, maka semakin unggul pula kualitas keberagamaannya. Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : خَيْرُ النَّاسِ أنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Artinya “Sebaik-baik manusia (Muslim) adalah orang yang paling (banyak) memberi manfaat kepada manusia”. (HR. Al-Qudla’i)
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hal lain yang perlu kita sadari dalam mengarungi samudera kehidupan ini adalah, bahwa telah menjadi sunnatullaah bila kehidupan ini diwarnai dengan susah dan senang, tangis dan tawa, rahmat dan bencana, menang dan kalah, peluang dan tantangan yang acap kali menghiasi dinamika kehidupan kita. Orang bijak sering menyatakan, “hidup ini laksana roda berputar”, sekali waktu bertengger di atas, pada waktu lain tergilas di bawah. Kemarin sebagai pejabat sekarang kembali menjadi rakyat, satu saat kaya, saat yang lain hidup sengsara, kemarin sehat bugar, saat ini berbaring sakit, bahkan mungkin tetangga kita, saudara kita, orang tua kita, suami/istri kita, anak-anak kita tahun kemaren masih melaksanakan shalat ‘id disamping kita, sekarang mereka, orang-orang yang kita cintai itu telah tiada dan kembali kehadirat-Nya. Kehidupan dunia ini tidak ada yang kekal, ia akan terus bergerak sesuai dengan kehendak dan ketentuan Rabbul ‘Alamin.
Suatu saat Lukman Al Hakim, seorang shalih yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an pernah menyampaikan taushiyah kepada putranya:
َيا بُنَيَّ ! إنَّ الدُنْيَا بَحْرٌ عَمِيْقٌ وَقَدْ غَرَقَ فِيْهَا أُنَاسٌ كَثِيْرٌ ، فَاجْعَلْ سَفِيْنَتَكَ فِيْهَا تَقْوَى اللهِ وَحَشْوُهَا الإيْمَانُ وَشَرَاعُهَا التَّوَكَّلُ عَلىَ اللهِ لَعَلَّكَ تَنْجُوْ.
“Wahai anakku, sesunguhnya dunia ini laksana lautan yang dalam dan telah banyak manusia tenggelam di dalamnya, oleh karenanya, jadikanlah taqwa kepada Allah SWT sebagai kapal untuk mengarunginya, iman sebagai muatannya, tawakkal sebagai layarnya niscaya engkau akan selamat sampai tujuan”.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa berkenan membimbing kita semua agar tergolong hamba-hambanya yang mampu meraih sertifikat kefitrahan di hari kemenangan yang agung ini, sehinnga kita layak mendapatkan penghargaan “Minal’aidin Walfaizin”, Semoga Allah SWT berkenan mencurahkan rahmat-Nya kepada bangsa Indonesia serta umat Islam pada umumnya untuk senantiasa mengamalkan syariat-Nya, menghidupkan sunnah-sunnah Rasul-Nyaز
Semoga momentum Idul Fitri ini juga benar-benar mampu mengantarkan tatanan kehidupan kita yang berlandaskan nilai-nilai agama, akhlak karimah, kebersamaan dan kasih sayang guna terwujudnya ummat dan masyarakat Indonesia yang berharkat dan bermartabat, sejahtera dan berperadaban, baldatun thayyibatun warabbun ghafur, bangsa yang gemah ripah lohjinawi di bawah naungan ridla Allah SWT. Amin, Ya Mujiibassaailiin.
جَعَلَنَا اللهُ وَ إِيَّاكُمْ مِنَ الْعَآئِدِيْنَ الْفَآئِزِيْنَ الْآمِنِيْنَ , وَ أَدْخَلَنَا وَ إيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ الْمُتَّـقِيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُوْقِنِيْنَ . وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ .
KHUTBAH II
الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيْلًا . الْحَمْدُ للهِ الْعَلِيْمِ الْحَلِيْمِ الْغَفَّارِ الْعَظِيْمِ الْقَهَّارِ الَّذِى لَاتَخْفَى مَعْرِفَتُهُ عَلَى مَنْ نَظَرَ فِى بَدَآئَعِ مَمْلَكَتِهِ بِـعَيْنِ الْإِعْتِبَار . وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلـهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ مَنْ شَهِدَ بِهَا يَفُوْزُ فِى دَارِ الْقَرَارِ , وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّاهِرِيْنَ الْأَخْيَارِ . أَمَّا بَعْدُ : فَـيَآ أَيُّهَا النَّاسُ , اِتَّقُوْا اللهَ وَ أَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَ أُولِى الْأَمْرِ مِنْكُمْ , وَ أَنِيْبُوْا إِلَى رَبِّكُمْ وَ أَسْلِمُوْا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُوْنَ . إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ التَّابِعِيْنَ وَ ارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَ الْأَمْوَاتِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ .  اللهم يَا مُيَسِّرَ كُلِّ عَسِيْرٍ , وَ يَا جَابِرَ كُلِّ كَسِيْرٍ , وَ يَا صَاحِبَ كُلِّ فَرِيْدٍ , وَ يَا مُغْنِيَ كُلِّ فَقِيْرٍ , وَ يَا مُقَوِّيَ كُلِّ ضَعِيْفٍ , وَ يَا مَأْمَنَ كُلِّ مُخِيْفٍ , يَسِّرْ كُلَّ عَسِيْرٍ , فَتَيْسِيْرُ الْعَسِيْرِ عَلَيْكَ يَسِيْرٌ , اللهم يَا مَنْ لَا يَحْتَاجُ إِلَى الْبَيَانِ وَالتَّفْسِيْرِ , حاجَاتُنَا إِلِيْكَ كَثِيْرٌ , وَأَنْتَ عَالِمٌ وَّبَصِيْرٌ .اللهم إِنَّا نَخَافُ مِنْكَ وَنَخَافُ مِمَّنْ يَخَافُ مِنْكَ وَنَخَافُ مِمَّنْ لَا يَخَافُ مِنْكَ , اللهم بِحَقِّ مَنْ يَخَافُ مِنْكَ , نَجِّنَا مِمَّنْ لَا يَخَافُ مِنْكَ , بِحَقِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أُحْرُسْنَا بِـعَيْنِكَ الَّتِى لَا تَنَامُ , وَاكْنُفْنَا بِـكَفَنِكَ الَّذِى لَا يُرَامُ , وَارْحَمْنَا بِقُدْرَتِكَ عَلَيْنَا فَلَا تُهْلِكْنَا , وَأَنْتَ رَجَآءُنَا , بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . اللهم أَعِنَّا عَلَى دِيْنِنَا بِالدُّنْيَا , وَعَلَى الدُّنْيَا بِالتَّقْوَى , وَعَلَى التَقْوَى بِالْعَمَلِ , وَعَلَى الْعَمَلِ بِالتَّوْفِيْقِ , وَعَلَى جَمِيْعِ ذلِكَ بِـلُطْفِكَ الْمُفِضِى إِلَى رِضَاكَ الْمُنْهِى إِلَى جَنَّتِكَ الْمَصْحُوْبِ ذلِكَ بِالنَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ , يَا اللهُ … يَا اللهُ … يَا اللهُ … يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ يَا رَحْمنُ يَا رَحِيْمُ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ يَا ذَا الْمَوَاهِبِ الْعِظَامِ … نَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لَا إِلـهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ . اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ التَّوْفِيْقَ لِـمَحَبَّتِكَ مِنَ الْأَعْمَالِ , وَصِدْقَ التَّوَكُّلِ عَلَيْكَ , وَحُسْنَ الظَّنِّ بِكَ , وَالْغُنْيَةَ عَمَّنْ سِوَاكَ , وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar